TEMPO.CO, Semarang - Gerakan Pemuda Ansor Kota Semarang memprotes upaya relokasi musala kuno yang berada di Jalan Petempen Selatan, Kelurahan Kembangsari, Kota Semarang. Mereka menilai musala tersebut merupakan bangunan bersejarah peninggalan ulama tua di masa penyebaran agama Islam zaman dulu.
”Meski kecil, musala yang diberi nama Nurul Iklas ini bukti sejarah Syeh Burhanudin asal Purwodadi,” ujar Ketua Gerakan Pemuda Ansor Kota Semarang, Syaichu Amrin, saat mendatangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Semarang, Senin, 15 Oktober 2012.
Ia menilai rencana relokasi tempat salah satu ibadah yang dilakukan oleh pemerintah ini melanggar undang-undang cagar budaya. Apalagi, kata dia, kepentingannya hanya untuk area parkir sebuah apartemen yang dibangun di Jalan Gajahmada.
Syaichu meminta agar Pemerintah Kota Semarang lebih jeli dan bijak dalam merencanakan pembangunan Kota Semarang. Di antaranya harus peduli terhadap kepentingan masyarakat dan nilai sejarah sebuah bangunan. ”Seharusnya justru merevitalisasi, bukan menggusurnya,” katanya.
Protes yang dilakukan oleh salah satu ormas di bawah payung Nahdlatul Ulama ini tak mendapat tanggapan dari anggota dewan. Termasuk anggota Komisi D yang sedang rapat.
Ketua Komisi Pembangunan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Semarang, Rukiyanto, menyatakan belum bisa berpendapat terkait dengan protes ini. Ia menyatakan pihaknya segera mengkajinya untuk menentukan sikap. “Saya belum tahu persoalannya, namun segera kami kaji untuk mencari solusinya,” kata Rukiyanto.
Meski begitu, ia menyarankan agar protes ini disertai dengan data kuat mengenai sejarah dan nilai arsitektur bangunan yang layak diselamatkan. Hal ini dinilai penting karena pemerintah Kota Semarang sering kali melupakan sejumlah bangunan yang ternyata bernilai sejarah. “Argumennya harus jelas karena ini penyelamatan bangunan kuno,” katanya.
EDI FAISOL