TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah menargetkan pembangunan Jembatan Kelok Sembilan mulai beroperasi pada pertengahan tahun depan. Pemerintah memperkirakan tahap konstruksi jembatan, yang memiliki lebar sekitar 14 Meter, ini akan rampung antara Maret-April dan dapat diresmikan pada Mei tahun depan.
"Saat ini, pelaksanaan konstruksi terus kami kejar agar dapat dioperasikan penuh tahun depan," kata Kepala Satuan Kerja Kepala Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Sumatera, Dahler, Kamis, 18 Oktober 2012. Ia menjelaskan pembangunan jembatan tahap I telah selesai sebelum Lebaran tahun ini dan digunakan saat musim mudik. Sedangkan pengerjaan jembatan tahap II, sudah mencapai 60 persen dari total pembangunan
Jembatan Kelok Sembilan merupakan jembatan yang terletak di ruas jalan nasional Bukittinggi-Pekanbaru yang menjadi penghubung lintas tengah Sumatera dengan Pantai Timur Sumatera (Padang-Dumai). Jembatan Kelok Sembilan, terletak di Kilo Meter 143 hingga Kilo Meter 148 ruas jalan tersebut.
Jembatan tersebut didisain atas enam bentangan jembatan. Bentangan jembatan pertama memiliki panjang 20 Meter. Bentang kedua sepanjang 230 Meter, bentang ketiga sepanjang 65 Meter, bentang keempat 462 Meter, dan bentang kelima 31 Meter. Ada pun bentang keenam sepanjang 156 Meter.
"Tahap konstruksi pertama telah menyelesaikan bentangan tiga, empat, lima, dan enam," kata Dahler. Sedangkan sisanya akan diselesaikan pada konstruksi tahap empat. Nantinya,lanjut dia, jembatan akan memiliki panjang 964 meter dan panjang jalan penghubung sepanjang 1.537 Meter.
Jembatan tersebut merupakan hasil pertemuan Indonesia-Malaysia-Singapore Growth Triangle pada 1997. Pertemuan tersebut memberikan kesimpulan bahwa ruas jalan Bukittinggi-Pekanbaru merupakan jalur strategis untuk arus barang dan jasa guna mengakomodasi pertumbuhan ekonomi Sumatera.
Namun jalan yang dibangun pada 1932 itu dianggap sudah tidak lagi memadai untuk mengakomodir arus barang dan jasa pada saat ini. Sebab kepadatan lalu lintas yang tinggi dan lebar jalan yang tidak memadai untuk dilewati oleh truk ukuran besar dan truk gandeng mengingat lebarnya yang hanya 4 Meter.
Sementara topografi alam menunjukkan jalan itu tidak bisa dilebarkan karena berbatasan dengan jurang dan tebing berbatuan. "Oleh karena itu, muncul wacana untuk membangun jembatan. Karena jalan tidak mungkin dilebarkan," kata Dahler.
Dahler memperkirakan dengan adanya jembatan itu akan menghemat biaya operasional kendaraan bus hingga Rp 44,8 miliar per tahun dan truk sebesar Rp 58 miliar. Serta menghemat biaya transportasi penumpang hingga 23,5 miliar dan barang sebesar 8,3 miliar.
RAFIKA AULIA