TEMPO.CO, Jakarta - Selama 12 tahun terakhir, oplah majalah Newsweek terus menurun. Catatan Biro Audit Sirkulasi pada tahun 2000 lalu, penjualan Newsweek berada di angka 3.134.046 lembar. Tujuh tahun kemudian oplahnya mulai sedikit turun menjadi 3.128.391. Pada semester satu 2012, penjualannya hanya tinggal 1.527.157 eksemplar.
Newsweek bukan satu-satunya majalah Amerika yang oplahnya naik-turun. Berikut penjualan Time, New Yorker, Bloomberg Businessweek, Forbes, dan the Economist berdasarkan data yang dikumpulkan Biro Audit Sirkulasi berdasarkan perbandingan antara semester satu tahun 2011 dan tahun 2012.
1. Time. Dari angka 3.298.390 turun ke 3.276.822.
2. Newsweek. Dari oplah 1.519.492 ke angka 1.527.157.
3. New Yorker. Beroplah 1.047.260 dan merosot ke angka 1.043.792.
4. Bloomberg Businessweek. Oplahnya naik dari 932.568 ke 993.267 eksemplar.
5. Forbes. Oplahnya turun dari 930.897 ke 923.848 eksemplar.
6. The Economist. Dari angka 844.766, oplahnya naik ke 847.313.
Meskipun oplahnya ikut turun seperti Newsweek, tapi Time belum berniat mengakhiri majalah cetaknya. Menurut editor manajer Time, Richard Stengel, Time telah memiliki segala aspek yang dibutuhkan bisnis majalah.
Sedangkan menurut editor Newsweek, Tina Brown, bisnis percetakan dengan tinta serta kertas tidak lagi relevan bagi majalah pada saat ini. Sebab, biaya kertas semakin mahal.
Dia berpendapat bahwa era digital akan membantu perkembangan Newsweek. Dengan format digital, Newsweek dapat menggapai banyak pembaca di seluruh dunia. "Apalagi sudah banyak orang menggunakan telepon seluler pintar untuk mengakses informasi," ujar Brown.
HUFFINGTON POST | ABC NEWS | CORNILA DESYANA
Berita Terkait
Kata Time Soal Berakhirnya Edisi Cetak Newsweek
Kisah Newsweek yang Terseok-seok Hingga Merugi
Newsweek Akhiri Era Majalah Cetak
Agar Newsweek Selamat di Format Digital