TEMPO.CO, Surabaya - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayana, mengatakan grasi bagi terpidana narkoba sudah sesuai dengan kaidah hukum. Menurut Denny, setidaknya ada lima alasan bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengeluarkan kebijakan grasi tersebut.
Pertama, di Pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945, dijelaskan bahwa Presiden bisa memberikan grasi dengan mempertimbangkan keputusan Mahkamah Agung. “Kedua, Presiden tidak cukup dengan pertimbangan MA, tetapi juga telah mendengar Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Jaksa Agung, dan Kepala Polri," kata Denny, seusai menghadiri sebuah acara tentang peningkatan keamanan di LP, yang digelar di Hotel Meritus Surabaya, Selasa, 23 Oktober 2012.
Selain itu, Presiden juga melihat kecenderungan semakin berkurangnya praktek hukuman mati yang ada di dunia. Menurut catatan Denny, dari 198 negara, saat ini hanya 44 negara yang masih menerapkan hukuman mati, sementara sisanya, 154 negara, telah melarang hukuman mati serta melakukan moratorium hukuman mati.
Keempat, "Ini juga untuk advokasi bagi WNI di luar negeri yang terancam hukuman mati," kata dia. Saat ini sebanyak 298 WNI memang terancam hukuman mati, dari periode 4 Juli 2011 hingga 4 oktober 2012. Dari 298 WNI, sebanyak 100 orang saat ini sudah berhasil lolos dari ancaman hukuman mati.
Dari 100 orang yang lolos dari hukuman mati ini, 44 orang di antaranya terlibat kasus narkoba. Sedangkan dari 198 WNI yang saat ini masih terancam hukuman mati, 60 persen di antaranya juga terlibat kasus narkoba.
Alasan terakhir, meski mengeluarkan grasi, Presiden tetap mengeluarkan grasi secara selektif. Dari 126 permohonan grasi, hanya 19 permohonan grasi yang dikabulkan.
FATKHURROHMAN TAUFIQ