TEMPO.CO, Jakarta - Saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan John Kei, Dwi Susilo, mengaku diarahkan saat diperiksa sebagai saksi di Kepolisian Polda Metro Jaya. Dwi adalah petugas keamanan Swiss Bell Hotel, tempat pengusaha Tan Hari Tantono alias Ayung terbunuh. John Kei didakwa membunuh Tan Hari.
"Iya ada (pengarahan) seperti itu," ujarnya ketika menjawab pertanyaan tim kuasa hukum John Kei dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 23 Oktober 2012.
Dalam sidang, Dwi mengaku hanya mengetahui pembunuhan ini dari CCTV dan laporan rekan-rekannya. Ia tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan apa peran John Kei dalam kasus tersebut.
Namun, dalam pemeriksaan oleh polisi, ia bersaksi bahwa John Kei berperan dalam kasus pembunuhan di hotel yang dijaganya. Pengakuan Dwi itu tercatat dalam berita acara penyidikan oleh pihak kepolisian. "Jadi waktu itu dibilang oleh polisi begini, saya iyakan," ujarnya.
Jawaban ini membuat suasana sidang gaduh. Para pendukung John Kei yang hadir di ruangan sidang mencemooh polisi akibat ucapan Dwi Susilo.
Selain Dwi, tiga saksi lain hadir dalam persidangan ini. Mereka adalah polisi yang menyidik kasus tersangka lain di kasus yang sama. Kuasa hukum merasa keberatan dengan kehadiran mereka karena dianggap tak relevan. "Ini tak ada hubungannya," ujar Indra Sahnun Lubis.
Ketiganya tak memberi kesaksian vital dalam kasus ini. Ketiganya hanya menjawab pertanyaan seputar pengidentifikasian jenazah di lokasi perkara, namun tak mengungkap keterlibatan John Kei. "Kami hanya lihat dari CCTV, John Kei masuk beberapa menit setelah rombongan, dan keluar juga tidak bareng," ujar Zainal, salah seorang dari mereka.
John Kei yang memakai baju kotak-kotak tiba di PN Jakpus pada pukul 11.00 WIB. Sidang baru dimulai setengah jam kemudian. Bersamanya juga duduk dua terdakwa lain, yakni Josep Hungan dan Muchlis B Sahab.
John Kei dianggap sebagai otak dari pembunuhan tersebut. Dia didakwa dengan dakwaan primer Pasal 340 KUHP junto Pasal 55 (Ayat 1) poin 1, 56 (Ayat 2) KUHP dengan ancaman hukuman mati, serta pasal subsider, yaitu Pasal 338 KUHP dengan ancaman hukuman pidana seberat-beratnya 15 tahun penjara.
M. ANDI PERDANA
Berita terpopuler lainnya:
Retribusi Rusunawa Naik setelah Dikunjungi Jokowi
Jokowi Pergoki Lurah dan Camat yang "Nakal"
Basuki ''Ahok'' Ingin Pasar Rumput Bagaikan Apartemen
Dua Bus Transjakarta Tabrakan di Halte Salemba
Penetapan APBD Jakarta 2013 Bakal Molor
Jokowi Bangun Stadion Persija Rp 1,5 Triliun