TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Ekonom Danareksa Research Institute Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, pemerintah tidak perlu mengurangi atau bahkan menghilangkan subsidi energi dari porsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dia juga meminta pemerintah tidak tunduk pada arahan Bank Dunia yang mendesak adanya pengurangan subsidi energi.
"Jangan dengarkan lembaga asing yang tidak tahu kondisi di dalam negeri," kata dia ketika dihubungi Tempo, Selasa, 23 Oktober 2012.
Menurut Purbaya, pengurangan subsidi energi tidak bermanfaat jika realisasi belanja negara tak optimal. Dia mengatakan, pekerjaan rumah pemerintah yang paling besar adalah memperbaiki penyerapan anggaran. Catatan Danareksa menunjukkan, dalam lima tahun terakhir, sebanyak 10 persen anggaran tidak diserap oleh lembaga negara sehingga banyak proyek yang mangkrak.
"Jika subsidi dikurangi, semakin banyak uang di kantong pemerintah yang tidak masuk sistem keuangan. Ekonomi pun bisa mandek," ujarnya.
Purbaya berpendapat, proporsi anggaran yang ditetapkan pemerintah bisa mendorong pertumbuhan yang cukup tinggi: 6,8 persen. Menurut dia, defisit anggaran sebesar 1,6 persen masih bisa dikendalikan. "Bisa saja tidak defisit, tapi ekonomi tidak tumbuh. Apa mau seperti itu?" katanya.
Dalam APBN 2013 ditetapkan belanja negara Rp 1.683 triliun dan pendapatan negara Rp 1.529 triliun. Belanja subsidi 2013 ditetapkan sebesar Rp 317,2 triliun, yang terdiri dari subsidi energi sebesar Rp 274,7 triliun dan subsidi non-energi sebesar Rp 42,5 triliun.
Dari total subsidi energi, nilai tunjangan untuk bahan bakar minyak, elpiji, dan LGV dialokasikan sebesar Rp 193,8 triliun. Sedangkan subsidi listrik mencapai Rp 80,9 triliun.
BERNADETTE CHRISTINA
Terpopuler:
Direktur Standard Chartered Mundur Akibat Bumi?
Menkeu Enggan Komentari Penjaminan Monorail
2014, Bojonegoro Bisa Jadi Texas-nya Indonesia
Digugat Pailit, Humpuss Akan Ajukan Proposal Damai
Danamon Raih Laba Bersih Rp 2,99 Triliun