TEMPO.CO, Jakarta - Kongres Sumpah Pemuda tergulir 84 tahun silam. Tepatnya pada 28 Oktober 1928. Kala itu, ribuan pemuda dari pelbagai daerah berkumpul di gedung Kramat 106, Jakarta Pusat. Siapa kira pertemuan itu disusun selama tujuh tahun.
Bermula pada 1921. Kala itu gagasan Sumpah pemuda kali pertama digulirkan. Namun baru sekedar wacana. Empat tahun kemudian, Tepatnya 15 November 1925, Mohammad Tabrani memimpin pertemuan sejumlah mahasiswa di Lux Orientis. Di sana, mereka menyiapkan Kongres Pemuda Pertama.“Kongres Pemuda Pertama digelar 30 April hingga 2 Mei 1926,” tulis situs Museum Sumpah Pemuda.
Di kongres pertama, Muhammad Yamin mengusulkan bahasa persatuan: Melayu. Usul ditolak Tabrani. Menurut dia, sebaiknya menggunakan bahasa Indonesia. Alasannya, ketika itu nusa sudah disebut Indonesia. Tidak menemui kata sepakat, akhirnya diputuskan bahasa persatuan dibahas pada kongres kedua. Yakni dua tahun kemudian, 27-28 Oktober 1928.
Pertemuan pertama jatuh pada Sabtu. Sejumlah seribu pemuda berkumpul di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond, (sekarang Lapangan Banteng), Jakarta Pusat. Rata-rata permuda yang hadir berusia 18 tahun. Sekitar pukul 19.45, Kongres Pemuda Kedua dibuka oleh Soegondo Djojopoespito. Ribuan pemuda itu membahas soal pentingnya bahasa Melayu menjadi bahasa pemersatu.
Tak hanya itu. Mereka juga berdiskusi soal pembentukan organisasi nasional . Tujuannya untuk mengatasi keberagaman suku, ideologi, dan agama. “Tapi bahasan organisasi itu tak mencapai kata sepakat.”
Pada hari kedua, Ahad, para pemuda bertemu di Gedung Oost-Java Bioscoop, (sekarang Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat). Mereka membahas soal peranan penting pendidikan bagi bangsa. Di situ pula Muhammad Yamin berpidato tentang persatuan, kebangsaan, dan bahasa persatuan.
“Dua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, meminta pendidikan anak dilakukan secara demokratis.”
Di sesi kedua, para pemuda berpindah ke Gedung Indonesische Clubhuis, Jalan Kramat Raya Nomor 106, Jakarta Pusat. Di sana, Soenario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi. Pada akhir pertemuan, sekitar pukul 22.00, Soegondo Djojopoespito membacakan resolusi pertemuan: Sumpah Pemuda. Soegondo juga meminta Wage Rudolf Supratman membawakan lagu Indonesia Raya dengan biola.
Alasan Soegondo, terlalu banyak kata Indonesia di lagu Indonesia Raya. Bila dinyanyikan, ia khawatir bakal menimbulkan masalah dengan Politieke Inlichtingen Dienst yang mengintai. “Permainan lagu Indonesia Raya dalam instrumen biola WR Supratman mendapat sambutan meriah peserta kongres.”
EVAN | PDAT | CORNILA DESYANA
Berita Terkait:
Suara Alfred Simajuntak Masih Lantang dan Empuk
Alfred Simajuntak: Lagu itu Mengobarkan Semangat
Kata Alfred Simajuntak Soal Pemuda Sekarang
Begini Ikrar Sumpah Pemuda Jilid II
Tak Hafal Sumpah Pemuda, Anggota DPRD Malang Diejek Mahasiswa