TEMPO.CO, Jakarta - Sebelum dikumandangkannya Sumpah Pemuda, kondisi bangsa Indonesia amat terpecah-belah. Setiap suku dan agama di Indonesia memiliki organisasinya sendiri. Tiap organisasi itu pun hanya menerima anggota dari suku dan agamanya sendiri.
Kondisi itu menular juga pada organisasi kepemudaan. Maka lahirlah Jong Java pada 1918, yang diikuti Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Bataks, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, dan lain-lain.
Keadaan ini membuat banyak tokoh dan intelektual prihatin. Maka digagaslah sebuah kongres—kemudian menjadi Kongres Pemuda I—pada 1926. Tujuan kongres itu adalah : “mencapai jalan membina perkumpulan-perkumpulan yang tunggal, yaitu membentuk sebuah badan sentral dengan maksud memajukan paham persatuan kebangsaan dan mempererat hubungan antara semua perkumpulan pemuda kebangsaan”.
Situasi masih terpecah-belah ini menjadi makin kritis karena pada periode 1926-1027 ini berkembang perlawanan rakyat yang dipelopori PKI di sekitar Banten dan Batavia serta di Silungkang, Sumatera Barat.
Dalam situasi seperti itu, tampillah Bung Karno ke gelanggang politik pergerakan nasional dengan mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI). Kehadirannya langsung menarik perhatian karena asas partainya nonkooperasi dan tujuan utamanya adalah “menciptakan persatuan menuju Indonesia merdeka”.
Dalam mewujudkan persatuan menuju kemerdekaan itu, Bung Karno melontarkan ide agar kekuatan-kekuatan yang ada yang menentang kolonialis harus menyatukan diri untuk menghadapi kekuasaan kolonialistik itu.
Ide ini dilontarkan Bung Karno pada 1926, dalam artikel “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme” yang dimuat dalam Suluh Indonesia Muda. Dia kemudian getol mengajak pemimpin partai dan organisasi lain untuk mewujudkan persatuan ini.
Akhirnya (Partai) Sarekat Islam (SI), yang diwakili Dr Soekiman Wiryosanjoyo, setuju untuk memelopori pembentukan organisasi persatuan. Organisasi yang bersifat “federalis” itu diberi nama Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Dalam menyambut Kongres Pertama PPPKI, 30 Agustus-2 September 1928, Bung Karno menulis sebuah artikel “Menyambut Kongres PPPKI” dalam Suluh Indonesia Muda, 1928.
Maskoen, tokoh pemuda generasi 1928 pernah bercerita pada sejarawan Anhar Gonggong bagaimana Bung Karno juga berencana untuk membangun kekuatan persatuan di kalangan pemimpin pemuda pergerakan. Menurut Maskoen, Bung Karno menganggap penting persatuan di kalangan pemuda untuk masa depan dan pencapaian kemerdekaan bangsa Indonesia.
PDAT | TEMPO | WAHYU D
Berita Lain:
Edisi Khusus Tempo.co Sumpah Pemuda
Amir Sjarifoeddin, Sang Penentu Kongres Pemuda II
Wawancara A. Simanjuntak, Pengarang Bangun Pemudi Pemuda
Soegondo: Politikus, Birokrat, dan Wartawan
Soegondo Djojopoespito, Berpolitik Sejak Remaja
Soegondo, Indonesia Raya, dan Soempah Pemoeda