TEMPO.CO, Jakarta - Mohammad Hatta, pemuda Minang kelahiran Bukittinggi, 12 Agustus 1902, saat itu sedang melek-meleknya politik. Sebelum ke Belanda, ia sudah menjadi bendahara di Jong Sumatranen Bonds di Padang dan Betawi. Organisasi ini didirikan atas gagasan Nazir Pamuntjak.
Semangat mudanya bertemu dengan spirit para senior di Belanda. "Mereka semua tumbuh dan mulai membaca persis ketika sekolah-sekolah di Hindia Belanda begitu gencar dimasuki oleh pandangan kaum liberal yang sedang marak di Tanah Rendah (Netherlands)," kata peneliti Mochtar Pabottingi dalam sebuah artikelnya.
Di Belanda, Hatta memimpin organisasi Indonesische Vereniging periode 1926-1930, periode terlama karena sebelumnya setiap ketua hanya menjabat setahun sekali. Ada empat pokok perjuangan yang melandasi mereka: persatuan nasional, solidaritas, nonkooperasi, dan swadaya. "Perhimpunan menggabungkan semua unsur itu sebagai satu kebulatan yang belum pernah dikembangkan oleh organisasi lain sebelumnya," kata sejarawan Asvi Warman Adam.
Selama dipimpin Hatta, sosiolog Ignas Kleden memuji tindakannya "menggalakkan secara terencana" propaganda tentang Perhimpunan Indonesia ke luar negeri Belanda. Arnold Mononutu dikirimnya ke Paris, Hatta sendiri berangkat ke Biervielle, Prancis, sebagai wakil Perhimpunan dalam Kongres Demokrasi Internasional. Di sini Hatta mendesak sidang menggunakan istilah "Indonesia" sebagai ganti "Hindia Belanda". Ia pergi pula ke Kongres Internasional Menentang Kolonialisme di Brussel, Belgia, di mana Hatta dan Jawaharlal Nehru menjadi anggota badan eksekutif.
Ketika Hatta berada di Samaden, Swiss, dalam undangan Liga Wanita Internasional, ia membaca dari koran Jerman Vorwarts bahwa polisi Belanda menggeledah rumah pengurus Perhimpunan. Dua bulan kemudian, September 1927, ia ditangkap di Den Haag dan dibawa ke penjara Casiusstraat bersama dengan Ali Sastroamidjojo, Abdul Madjid, dan Nazir Pamuntjak. Mereka ditahan dengan tuduhan menjadi anggota perkumpulan terlarang, terlibat dalam pemberontakan, dan menghasut untuk menentang kerajaan Belanda.
PDAT | MAJALAH TEMPO | YANDI
Berita Lain:
Edisi Khusus Tempo.co Sumpah Pemuda
Amir Sjarifoeddin, Sang Penentu Kongres Pemuda II
Wawancara A. Simanjuntak, Pengarang Bangun Pemudi Pemuda
Soegondo: Politikus, Birokrat, dan Wartawan
Soegondo Djojopoespito, Berpolitik Sejak Remaja
Soegondo, Indonesia Raya, dan Soempah Pemoeda