TEMPO.CO, Jakarta - Museum Sumpah Pemuda berdiri pada awal abad 20. Beralamat di Jalan Kramat Raya Nomor 106, Jakarta Pusat, empunya bangunan ini adalah Sie Kong Liang.
Sekitar 1908, Sie Kong Liang menjadikan rumahnya sebagai tempat indekos. Si penyewa adalah pelajar School tot Opleiding van Inlandsche Artsen atau Stovia dan Rechtsschool, RS.
Mereka yang menyewa di antaranya Muhammad Yamin, Amir Sjarifoedin, Soerjadi asal Surabaya, Soerjadi dari Jakarta, Soenarko, Koentjoro Poerbopranoto, Mohammad Amir, Roesmali, serta Mohammad Tamzil.
Di tangan pelajar, bangunan itu diberi nama Commensalen Huis. Lambat laun, banyak pelajar yang menjadikan itu sebagai tempat berkumpul. Pada 1925, julukan tempat itu pun berganti menjadi Langen Siswo.
Sejak 1927, sejumlah organisasi pergerakan pemuda mulai melakukan pelbagai kegiatan di sana. Mereka berdiskusi soal format perjuangan. Di rumah itu pula tergelar Kongres Sekar Roekoen, Pemuda Indonesia, serta Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia.
Akhirnya nama rumah beralih menjadi Indonesische Clubhuis atau Clubgebouw. Artinya gedung pertemuan. “Bung Karno dan tokoh Algemeene Studie Club Bandung sering hadir di Gedung Kramat 106,” tulis situs Museum Sumpah Pemuda.
Pada 15 Agustus 1928, para pemuda memutuskan menggunakan rumah Sie Kong Liang sebagai tenpat Kongres Pemuda Kedua, Oktober 1928. Mereka juga menunjuk Ketua PPPI Soegondo Djojopuspito sebagai pemimpin kongres.
Usai Kongres Sumpah Pemuda Kedua, banyak pelajar yang lulus sekolah. Mereka pun meninggalkan gedung Indonesische Clubgebouw. Dan sejak 1934, Sie Kong Liang mengontrakkan rumahnya ke Pang Tjem Jam selama tiga tahun.
Pang Tjem Jam tinggal di Gedung Kramat 106 hanya sampai 1937. Setelah itu, Sie Kong Liang menyewakannya ke pengusaha toko bunga, Loh Jing Tjoe. Di rumah itu, Loh Jing Tjoe menjual tanaman hingga 1948. Namun, ia terus menyewa rumah Sie Kong Liang sampai 1951. "Selama tiga tahun terakhir, rumah itu beralih fungsi menjadi Hotel Hersia."
Masa penyewaan rumah Sie Kong Liang berakhir di 1951. Kemudian rumah itu dikuasai Inspektorat Bea dan Cukai hingga 1970. Pada 1968, tokoh Kongres Pemuda II, Sunario Sastrowardoyo, mengumpulkan pelaku sejarah Sumpah Pemuda. Mereka meminta Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin, mengelola dan memugar Gedung Kramat Raya 106.
Permintaan dikabulkan. Pada 3 April-20 Mei 1973, Pemerintah Daerah Jakarta merenovasi rumah Sie Kong Liang. "Usai dipugar, rumah Sie Kong Liang diresmikan menjadi Museum Sumpah Pemuda oleh Ali Sadikin."
CORNILA DESYANA
Berita Lain:
Edisi Khusus Tempo.co Sumpah Pemuda
Hatta, Motor Perjuangan Pemuda di Belanda
Hatta dan Kata Indonesia
Wawancara A. Simanjuntak, Pengarang Bangun Pemudi Pemuda
Naskah Sumpah Pemuda Tak Orisinal?
Kenapa Sukarno Ubah Sumpah Pemuda?
Manifesto 1925 di Atas Sumpah Pemuda