TEMPO.CO, Jakarta - Posisi rupiah yang masih tertahan di atas level 9.600 per dolar Amerika Serikat mengindikasikan bahwa permintaan mata uang dolar di pasar domestik masih tinggi.
Analis dari Treasury Research Bank BNI, Klara Pramesti, memprediksi rupiah pekan ini akan terus tertekan. ”Potensi penguatan dolar AS terhadap mata uang utama dunia membuat rupiah tetap berada di kisaran 9.600 sampai akhir bulan,” ujarnya.
Antisipasi investor terhadap dirilisnya data ekonomi di Amerika, seperti data ketenagakerjaan, manufaktur, dan pengangguran, bisa menjadi ganjalan bagi rupiah. Ditambah lagi menjelang pemilihan Presiden AS, investor lebih merasa nyaman memegang dolar AS sebagai safe haven.
Selain itu, para pelaku pasar mengkhawatirkan potensi terjadinya jurang fiskal di AS yang akan mengancam anggaran 2013. Kondisi itu disebabkan oleh tingginya pengeluaran yang tidak diimbangi oleh meningkatnya pendapatan akibat krisis global.
“Untuk mengatasi defisit, satu-satunya jalan adalah dengan menekan pengeluaran dan menaikkan pajak yang menjadi momok bagi investor,” tutur Klara.
Di pasar domestik, tingginya permintaan dolar untuk para importir akan membayangi pergerakan rupiah. Bank Indonesia terus menjaga rupiah agar tidak terlalu melemah. “Di sisi lainnya membiarkan rupiah melemah untuk memperbaiki neraca perdagangan,” ujar Klara lagi.
Pekan ini rupiah masih bergerak konsolidasi di kisaran 9.580-9.620 dengan potensi melemah. Kamis lalu rupiah ditutup di level 9.611, yang berarti melemah 18 poin (0,18 persen) dibanding pekan sebelumnya di level 9.593.
Tingginya permintaan valuta asing oleh importir serta minimnya sentimen positif telah melemahkan rupiah.
PDAT | M. AZHAR