TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus korupsi aliran duit proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja pada 2011, Neneng Sri Wahyuni, menyatakan keberatan disebut sebagai Direktur Keuangan PT Anugrah Nusantara.
Padahal, pekerjaan tersebut tercantum dalam dakwaan Neneng yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi hari ini, Kamis, 1 November 2012. "Saya tidak terima karena saya bukan Direktur Keuangan PT Anugrah Nusantara, Yang Mulia," katanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Menolak disebut sebagai direktur, majelis hakim pun menanyakan kebenaran statusnya. "Jadi yang benar apa?" tanya hakim ketua, Tati Hardiyanti. Memakai gamis hitam dan jilbab biru yang dililitkan menutupi sebagian mukanya serta kacamata, Neneng menyatakan hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga.
Selain keberatan terhadap profesi yang dicantumkan oleh jaksa, Neneng juga menyebutkan akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi terhadap dakwaan. Dalam dakwaan, Neneng bersama suaminya, Muhammad Nazaruddin; Marisi Moatondang; Mindo Rosalina Manulang; Arifin Ahmad; dan Timas Ginting; disebut mengintervensi pejabat pembuat komitmen dan panitia pengadaan dalam penentuan pemenang lelang pada kegaiatan pengadaan dan pemasangan PLTS.
Mereka mengalihkan pekerjaan utama dari pemenang, PT Alfindo Nuratama Perkasa, kepada PT Sundaya Indonesia. Perbuatan ini melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
NUR ALFIYAH