TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono menegaskan, tak ada lagi perdebatan soal iuran ke industri dan pengaruhnya terhadap independensi Otoritas Jasa Keuangan. "Sudah selesai perdebatan itu," ucap Sigit di sela-sela Kongres Perbanas di Jakarta, Kamis, 1 November 2012.
Iuran terhadap industri memang sudah diatur dalam Undang-Undang OJK. Sumber pendanaan OJK bisa dari APBN atau iuran industri.
Namun, Sigit mengungkapkan memang masih ada perdebatan soal iuran industri. Sebab, iuran di Indonesia ditarik oleh organisasi yang bentuknya bukan self regulatory organization (SRO).
Sedangkan di luar negeri, iuran industri diambil karena pengawasnya merupakan SRO yang organisasinya terdiri dari pelaku industri itu sendiri. "Pansel dan pejabat dari otoritas, makanya mereka kehilangan dasar untuk memungut ke industri," ujar Sigit.
Terlepas dari perdebatan yang masih tersisa, Sigit menjelaskan, anggota Perbanas siap jika memang harus ada pungutan. "Karena undang-undang membolehkan dipungut," ucapnya.
Sigit membenarkan sudah ada sosialisasi tentang pungutan tersebut, namun belum ada persentase yang disampaikan otoritas. "Angka belum, kami usul pertimbangannya lebih mendalam," ujarnya.
Perbanas menyarankan agar OJK terlebih dulu mengupayakan agar dana pengawasan bank oleh OJK diambil dari dana pengawasan di BI. Seperti diketahui, fungsi pengawasan BI atas perbankan akan dialihkan ke OJK pada 2014.
"Kami menyarankan biaya pengawasan perbankan di BI itu bisa dengan besaran yang sama dialihkan ke OJK. Tapi tentu ada persoalan, karena dana pengawasan BI tidak dari APBN tapi dari operasi pasar, nah itu, bagaimana jika menggunakan giro wajib minimum bank (yang disimpan bank di BI tanpa imbal hasil)," ucap Sigit.
Selain itu, Sigit juga menambahkan, OJK juga bisa mengupayakan adanya bagian dari premi Lembaga Penjamin Simpanan yang dialokasikan untuk OJK. "Kalau OJK berjalan baik, probabilitas bank yang bermasalah yang harus di-bailout atau ditutup kan jadi makin kecil," ucapnya.
Jika dua alternatif pendanaan ini sudah diupayakan dan masih kurang, Sigit menjelaskan, barulah industri menilai wajar jika ada iuran khusus.
Meski begitu, Sigit menjelaskan, semua kembali kepada otoritas. "Kalau dipaksakan kami tidak keberatan, tapi bank akan menarik ke nasabah. Biaya dana jadi lebih mahal, bunga kredit juga, jika begitu tidak terjadi efisiensi," ucapnya.
Paling tidak, industri berharap, dana yang dikeluarkan perbankan tak berubah, sama seperti ketika BI yang mengawasi.
Sigit masih enggan menyebut persentase wajar pungutan bank. Tapi, ia mengaku lebih setuju basisnya aset bukan kesehatan bank.
"Kalau basis kesehatan bank, dalam situasi sekarang, persepsi rawan. Saya tak mendorong hal itu. Jika iuran ketahuan tinggi, masyarakat bisa nebak bank tak sehat. Tak terlalu merekomendasikan, di Indonesia tidak ada yang rahasia," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Otoritas Jasa Keuangan, Muliaman Hadad menjelaskan, pihaknya sudah melakukan sosialisasi rumusan iuran pada asosiasi industri keuangan. Rumusan tersebut akan dilegalkan dalam bentuk peraturan pemerintah.
Muliaman mengungkapkan, saat menentukan besaran iuran, pihaknya juga memperhitungkan agar beban tambahan tidak terlalu berat untuk industri. Selain itu, ia memastikan, iuran OJK juga akan dimanfaatkan kembali untuk kepentingan industri.
"OJK akan buat strateginya, bagaimana pungutan di-recycle untuk industri untuk pengawasan, pemberian subsidi, pendidikan, pelatihan. Untuk itu, tentu (pengelolaan iuran) harus transparan," ucapnya.
MARTHA THERTINA
Berita Terpopuler:
BPK Temukan 11 Penyimpangan di Hambalang
Dahlan: Ada yang Ingin Saya Dicopot dari Kabinet
Bedanya Jokowi dengan Fauzi di Mata Kementerian PU
BPK: Menteri Lakukan Pembiaran di Proyek Hambalang
Warga Bali Kecam Kerusuhan di Lampung Selatan