TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia, Anthoni Tanios, menyatakan, sejak krisis melanda Eropa, penjualan mutiara jenis South Sea Pearls (SSP) mulai menurun. Tidak hanya sekadar angka penjualan yang turun, harga mutiara Indonesia di pasar dunia juga ikut anjlok.
Ia mengatakan, harga mutiara tahun ini sudah anjlok 20-30 persen dibanding dengan di tahun lalu. Tahun ini harga mutiara Indonesia sudah turun menjadi US$ 16 per gram dari sebelumnya US$ 20-30 per gram.
"Mudah-mudahan tahun depan harga bisa bertahan, tidak turun terus. Tahun ini kami sudah merasakan dampak krisis Eropa," kata Anthony saat ditemui di sela Indonesia Pearls Festival 2012, di Balai Kartini, Jakarta, 1 November 2012.
Akibat harga anjlok inilah pengusaha mulai mengalihkan pasar ekspornya ke negara-negara Asia. Alasannya, krisis yang terjadi di Eropa membuat daya beli berkurang dan menyebabkan penurunan harga.
Pengalihan pasar ekspor ke Asia ini bertujuan mengerek kembali harga mutiara. Perekonomian negara-negara di Asia dianggap lebih baik ketimbang Eropa dan konsumen di Asia mulai menyukai perhiasan dari mutiara.
Sebelumnya, pasar ekspor mutiara SSP ke Eropa mencapai 60 persen, sisanya ke negara Asia seperti Hong Kong dan Jepang. Tahun ini, pengusaha berupaya meningkatkan pasar ekspor ke Asia menjadi 60 persen. Negara yang diincar adalah India, Cina, dan Korea. "Saingan kita untuk eskpor mutiara SSP ini adalah Australia," ujarnya.
Menurut data UN Comtrade (2012), nilai perdagangan mutiara Indonesia di dunia pada tahun lalu sebesar US$ 31,8 juta. Angka ini masih jauh dari nilai perdagangan mutiara dunia yang mencapai US$ 1,5 miliar. Tercatat ada 27 perusahaan skala besar dan menengah serta 100 pedagang mutiara.
ROSALINA