TEMPO.CO, Yogyakarta - Komisi Nasional Perlindungan Anak akan menelusuri dugaan kekerasan oleh oknum Kepolisian Resor Gunungkidul terhadap pelajar kelas I SMA Dominikus, Wonosari, Rezza Eka Wardhana, pada malam takbiran Idul Adha bulan lalu.
"Kami sudah melihat langsung kondisi korban dan juga berbicara dengan kepolisian Gunungkidul untuk menuntaskan kasus ini," kata Ketua Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi saat mempertemukan Kepala Polres Gunungkidul, Ajun Komisaris Besar Polisi Ichsan Amin, dan elemen masyarakat Gunungkidul di kompleks Kepatihan Yogyakarta, Jumat, 2 November 2012.
Mencuatnya kasus Rezza, 16 tahun, berawal dari laporan Gunungkidul Corruption Watch (GCW) kepada Komnas Perlindungan Anak. Lembaga itu menduga Rezza menjadi korban kekerasan oknum polisi lalu lintas yang tengah bertugas pada malam takbiran di sekitar Alun-alun Gunungkidul.
Saat malam takbiran lalu, Rezza, yang akan menuju rumah temannya, tiba-tiba tersungkur di jalan dengan luka parah di kepala saat mencoba menerobos jalan yang saat itu sedang dijaga sekitar empat sampai delapan polisi lalu lintas. "Dari laporan yang kami terima, di sekitar tubuh korban ditemukan pecahan kaca dan pet helm. Padahal, saat itu Rezza tidak memakai helm," kata koordinator GCW, Dadang Iskandar, di Kepatihan.
Keganjilan lain, ujar Dadang, ada saksi dan kawan Rezza yang mendengar suara seperti pukulan keras sebelum akhirnya Rezza tersungkur. "Masak malaikat yang meletakkan helm di situ," katanya. Pihaknya pun tak habis pikir saat Rezza, yang tengah sekarat di jalan, hendak ditolong, justru dihalang-halangi pihak kepolisian. "Iki dudu urusanmu (ini bukan urusanmu)," kata Dadang menirukan ucapan polisi.
Kepolisian Resor Gunungkidul menyatakan tak akan menutupi dan menyembunyikan segala sesuatu jika memang ada yang melibatkan anggotanya. "Kami siap terbuka. Jika memang benar ada pelanggaran, pasti akan ditindak," kata Ichsan. Dia mengeluhkan selama ini pihaknya terus disudutkan lewat pemberitaan media bahwa yang seolah-olah dialami Rezza adalah kesalahan polisi.
Menurut Ichsan, dari sejumlah saksi dan informasi yang dikumpulkan, justru Rezza-lah yang bersalah. "Rezza saat itu, dengan kecepatan tinggi, menerobos barisan polisi. Ada anggota kami yang juga terjatuh dan luka. Dari kacamata hukum, ini pelanggaran fatal karena polisi yang berjaga adalah rambu-rambu hidup," katanya.
Ichsan menuturkan, polisi yang tengah memantau suasana takbiran, yang penuh dengan konvoi, itu melihat ada potensi tawuran. Tiba-tiba muncul Rezza yang ngebut dengan sepeda motor, sehingga mengagetkan petugas. "Rezza hanya terjatuh, tidak ada insiden pemukulan," katanya.
Menurut Ichsan, mestinya pihak kepolisian-lah yang berwenang menuntut. Sebab, selain tidak memakai helm, Rezza juga masih berusia 16 tahun dan belum memiliki surat izin mengemudi. Surat-surat sepeda motor jenis Yamaha RX King yang dipakai pun, kata dia, tidak lengkap. "Tapi, kami tak permasalahkan itu. Yang penting korban sembuh dulu," katanya. Ichsan berujar, polisi telah membuatkan berkas acara pemeriksaan dan memeriksa sejumlah saksi, termasuk anggotanya.
Seto menuturkan, persoalan ini sudah diteruskan ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. "Mabes Polri minta kasus ini dikawal dan diusut tuntas," katanya. Komnas Perlindungan anak pun saat ini masih menunggu hasil visum dari dokter rumah sakit untuk mengetahui luka di kepalanya, apakah luka pasif karena terjatuh atau luka karena pukulan. "Kami tunggu Rezza sadar untuk bersaksi," ujarnya.
Seto pun meminta pemerintah DIY melalui Dinas Sosial dan Komisi Perlindungan Anak Daerah membentuk tim independen untuk mengusut kasus ini. Rezza saat ini masih tergolek koma di ruang intermediate care Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Rumah sakit menyatakan kondisinya masih kritis karena otak kanan dan kirinya masih mengalami pendarahan hebat, dan hidungnya patah.
PRIBADI WICAKSONO
Berita Lain:
Siapa Bilang Sulit Mengurus Surat Tilang?
Ibu Novi Amilia Tidak Tahu Anaknya Merantau
Jakarta Selatan Siapkan Lokasi Kampung Deret
Angka Kebutuhan Hidup Layak Jakarta Rp 1, 9 Juta