TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Restrukturisasi dan Perencanaan Strategis (RPS), Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Pandu Djajanto, menilai izin Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bagi BUMN untuk melaksanakan IPO tumpang tindih dengan lembaga tertinggi RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dalam tubuh korporasi.
"Kalau itu (pelaksanaan IPO) adalah corporate action, maka harus dilihat sebagai ranah korporasi dan merupakan kewenangan RUPS sebagai lembaga tertinggi," ujarnya ketika dihubungi Tempo, Ahad, 4 November 2012.
Pandu menegaskan bahwa dalam lingkup korporasi, seharusnya keputusan tertinggi berada di RUPS. Terkait dengan status BUMN yang merupakan perusahaan milik negara, Pandu kembali melihatnya sebagai aksi korporasi.
Menanggapi pro dan kontra terkait dengan perizinan DPR bagi BUMN untuk melaksanakan IPO, Pandu menyerahkannya kepada publik yang memiliki hak untuk menilai.
Sebelumnya, Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan mengaku kesulitan menambah jumlah BUMN yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hal ini dipicu sulitnya BUMN memperoleh izin untuk melaksanakan IPO pada tahun ini.
PT Semen Baturaja merupakan anak perusahaan BUMN pertama yang disetujui untuk menjalankan IPO pada tahun ini oleh DPR. Masih ada empat anak perusahaan BUMN lain yang hingga kini belum mendapat izin IPO dari DPR. Keempat perusahaan tersebut adalah PT Pertamina Gas (Pertagas), PT Pertamina Drilling Services, PT GMF Aero Asia, dan PT PLN Engineering.
Kemudian, berkembang wacana penghapusan izin oleh DPR bagi BUMN untuk melaksanakan IPO dengan mengacu pada Undang-Undang No. 40/2007 tentang perusahaan terbuka. Namun, menurut sejumlah anggota DPR, wacana ini bakal menjadi polemik jika berhadapan dengan UU No.19/2003 tentang BUMN dan UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara yang mengatur pengelolaan BUMN sebagai aset negara.
FIONA PUTRI HASYIM