TEMPO.CO , Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara, Dahlan Iskan tak peduli apakah langkahnya yang vokal selama ini dianggap sebagai pencitraan atau berlebihan alias lebay oleh sebagian orang. “Tidak apa-apa. Dianggap pencitraan alhamdulillah, dianggap kerja keras alhamdulillah, dianggap lebay juga alhamdulillah,” kata Dahlan seperti dimuat Majalah Tempo edisi 5-11 November 2012.
Menurut mantan Direktur Utama PLN ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saja tak pernah memintanya untuk 'mengerem' komentar soal dugaan BUMN yang menjadi sapi perah oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat. “Justru Presiden (SBY) mendukung saya,” ujarnya. (Baca selengkapnya di: Panas-Dingin Dahlan-Senayan)
Riwayat hubungan lelaki kelahiran 1951 ini dengan DPR lebih banyak diwarnai ketegangan, bahkan sejak Dahlan masih menjadi orang nomor satu di perusahaan 'setrum' negara. Belakangan hubungan mereka kembali memanas, lengkap dengan upaya saling menekan melalui berbagai isu.
Anggota Komisi VII dari Fraksi PAN, Alimin Abdullah misalnya, menilai bos Grup Jawa Pos itu besar mulut. “Dahlan itu terlalu besar omong,” kata Alimin. Ia masih ingat, dulu ketika masuk PLN, Dahlan mengatakan PLN banyak salah makan dan minum. “Tapi dia malah menyewa genset dari Cina. Sekarang kebanyakan mangkrak. Ternyata malah salah makan semakin besar, semakin boros.”
Alimin lalu mengungkit peristiwa ketika Dahlan sempat mereka usir dari rapat di DPR. "Kami usir dia karena membuat laporan dengan tulisan kecil-kecil. Itu tanda dia tidak ingin laporannya dibaca," katanya. “Dia juga tak tahu aturan, menaikkan tarif dasar listrik seenaknya, kayak perusahaan nenek moyangnya saja.”
Sikap Dahlan juga membuat berang Komisi Energi. Komisi VI DPR, yang membidangi urusan BUMN, ikut bersuara. "Sampai sekarang kami tak mengerti apa maunya Dahlan,” kata Wakil Ketua Komisi VI, Aria Bima, tentang sang menteri, yang menurutnya belum menunjukkan kinerja cemerlang.
Para politikus di DPR juga berulang kali mencibir aksinya yang dianggap hanya sebagai pencitraan di mata publik. Misalnya ketika Dahlan membuka paksa portal jalan tol atau sewaktu menginap di rumah-rumah penduduk desa, atau proyek mobil listriknya.
Puncaknya terjadi pada April lalu, tatkala DPR mengusulkan untuk menggunakan hak interpelasi sebagai reaksi terhadap kebijakan Dahlan mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada deputi, komisaris, serta direktur BUMN.
ADEK MEDIA | RETNO S | AGOENG W | ANANDA PUTRI | TOMI A
Berita terkait:
Upeti DPR, Bambang Soesatyo Tanya BS ke Dahlan
Marzuki: Lanjutkan Isu Dahlan dan Upeti DPR di PLN
9 Modus Upeti ke DPR
DPR Ragu Dahlan Serahkan Daftar ''Pemeras'' BUMN