TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik berencana mengadakan pertemuan dengan pihak Fujian, Cina, untuk melakukan renegosiasi harga gas yang berasal dari kilang LNG Tangguh.
Selama ini, seluruh hasil produksi kilang gas Tangguh, yang berlokasi di Teluk Bintuni, Papua Barat, pada train 1 dan train 2 untuk diekspor. Produksi gas Tangguh 50 persen untuk diekspor ke Fujian, Cina, lalu Jepang, dan Korea. Sedangkan sisanya, 50 persen, diekspor ke Sempra, perusahaan energi asal Amerika Serikat.
Belakangan, pemerintah melakukan negosiasi dengan BP, operator kilang gas Tangguh, agar mengalokasikan produksinya untuk domestik, dan disetujui sebesar 40 persen.
Jero menjelaskan, renegosiasi harga gas dengan pihak Fujian penting karena harga ekspor dinilai terlalu rendah. Saat ini, harga kontrak gas Tangguh ke Fujian ditetapkan US$ 3,35 per MMBTU hingga 2029. “Kita harus perjuangkan harga gas untuk Fujian. Kami akan negosiasi ulang harga gas Fujian yang masih rendah ini, tim akan berangkat ke Cina,” kata Jero di kantornya, Selasa, 6 November 2012.
Menurut dia, saat ini, kebutuhan gas di pasar dunia maupun domestik mulai meningkat. Harga ekspor gas ke Fujian dianggap terlalu murah dibandingkan harga jual gas di dalam negeri yang kini sebesar US$ 6-10 per MMBTU.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM Evita Herawati Legowo menambahkan, sebelum melakukan pertemuan dengan pihak Fujian, pemerintah masih harus menyatukan suara di internal pemerintah, yakni Dirjen Migas Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). “Kami harapkan berangkat pertama ya November ini, tetapi harus solid dulu sebelumnya,” katanya.
Menurut Evita, jika tim yang dibentuk sudah siap, pembahasan renegosiasi sudah dapat dimulai pada 2013. Saat ini, pemerintah belum memutuskan berapa angka yang tepat untuk harga gas Tangguh ke Fujian, namun yang pasti harus lebih tinggi dari harga gas domestik.
ROSALINA