TEMPO.CO, Depok - Pembongkaran rumah di Kampung Lio RT 09 RW 19, Pancoran Mas, Depok, berakhir ricuh. Puluhan keluarga menolak eksekusi yang dilakukan 360 petugas gabungan dari Polres, Pilisi Pamong Praja, Pengadilan Negeri, dan Satuan Tugas Bimasda. Perlawanan masyarakat itu akhirnya menimbulkan adu fisik.
"Hidung saya berdarah saat melerai kericuhan," kata Kepala Bidang Pengendalian dan Operasional Pol PP Depok, Diki Erwin, Rabu, 7 November 2012.
Menurut Diki, pembongkaran yang dilakukan petugas itu sudah sesuai prosedur. Uang ganti rugi juga sudah memenuhi standar yang ditentukan tim apraisal. "Ini atas dasar permintaan dari dinas terkait. Kami diminta untuk mengosongkan areal," katanya.
Rumah milik pasangan Tabroni, 57 tahun, dan Mariah, 48 tahun, terkena proyek jalan sejajar rel Jalan Dewi Sartika. Proyek itu mangkrak selama dua tahun karena keluarga itu menolak besaran uang penggantian dari pemerintah. Padahal, pemilik rumah yang lain sudah menerima dan telah pindah.
Diki mengatakan, dalam pelaksanaan eksekusi, pemerintah sudah melayangkan surat pemberitahuan tiga hari sebelumnya. Namun tidak ada tanggapan dari keluarga itu. Mereka meminta ganti rugi sebesar 2,7 miliar. Padahal, sesuai dengan nilai jual obyek pajak (NJOP), nilai tanah dan bangunan itu di bawah Rp 500 juta. Namun tim apraisal tetap memberikan harga tinggi, yaitu Rp 527.954.000. "Harga itu sudah di atas kelayakan, di atas NJOP," katanya.
Bambang Rizki, 22 tahun, anak Tabroni, mengatakan, mereka mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari petugas. Sejumlah mahasiswa membantu mereka untuk menolak rencana eksekusi. Namun petugas menyeret mereka dengan paksa. "Ada lima orang yang kena pukulan," katanya.
Menurut Bambang, keluarga belum pernah menerima surat pemberitahuan dari pemerintah ihwal rencana eksekusi itu. "Tahu-tahu dipaksa untuk pindah dan dibongkar dengan alat berat," katanya.
Bambang membenarkan keluarganya meminta penggantian sebesar Rp 2,7 miliar untuk tanah seluas 132 meter persegi. Nilai itu berdasarkan luas lahan, bangunan, serta nilai ekonomis. "Keluarga saya mencari nafkah dari rumah ini," katanya. Karena itu, keluarga meminta harga penggantian Rp 3 juta per meter persegi. Namun pemerintah hanya menghargai Rp 650 ribu per meter persegi. "Tidak manusiawi, harusnya ada musyawarah dulu, jangan seenaknya seperti ini," katanya.
ILHAM TIRTA
Berita Terpopuler:
Dituding Dahlan Iskan, Apa Komentar Idris Laena?
Dahlan Belum Lapor, KPK Sudah Tahu
Tak Bayar Gaji, Dirut Metro TV Dilaporkan ke Polda
IS, Terduga Peminta Upeti BUMN Terbaru
Jusuf Kalla Dukung Dahlan Iskan