TEMPO.CO, Jakarta - Chief Financial Officer PT Bank Danamon Indonesia Tbk, Vera Eve Lim, menjelaskan, perhitungan risiko kredit masih menggunakan pendekatan standar. Perhitungan risiko kredit dengan menggunakan peringkat debitor, menurut Vera, perlu waktu.
"Rasanya perlu waktu, baik sistem maupun metodologi internal rating," katanya kepada Tempo di Jakarta, Kamis, 8 November 2012. Selain itu, menurut dia, jumlah korporat yang sudah berperingkat (rated) juga masih terbatas.
Berdasarkan hasil monitoring Bank Indonesia hingga September 2012, mayoritas kredit perbankan merupakan kredit tanpa peringkat. Sebesar 96,6 persen kredit perbankan diberikan kepada korporasi tak berperingkat.
Kelompok kantor cabang bank asing (KCBA) dan campuran merupakan kelompok bank dengan penyaluran kredit tanpa peringkat terendah dibandingkan kelompok 14 bank besar dan kelompok bank lainnya. Tingkat penyaluran kredit tanpa peringkat KCBA dan bank campuran mencapai 88,5 persen. Sedangkan 14 bank besar mencapai 97 persen, sementara bank lainnya mencapai 98,7 persen.
Salah satu penyebab rendahnya jumlah kredit berperingkat yang disalurkan bank karena rendahnya penyaluran kredit berperingkat kepada korporasi. Hal ini lantaran 51,4 persen kredit perbankan didominasi kredit kepada korporasi.
Bank Indonesia harus mengikuti standar Basel. Pada Basel II, antara lain, diatur soal pemberlakuan aset tertimbang menurut risiko (ATMR). BI sudah menerbitkan Surat Edaran BI Nomor 13/6/DPNP untuk mengatur teknis penerapannya. Bobot risiko kredit ditetapkan berdasarkan peringkat debitor atau berdasarkan persentase tertentu. Besaran ATMR akan digunakan dalam perhitungan modal minimum yang harus disediakan bank.
Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Achmad Baiquni mengakui masih tingginya penyaluran kredit untuk korporasi belum berperingkat (unrated). Namun, ia menjelaskan, BRI sudah menjalankan aturan BI soal ATMR. "Walau belum rating, ATMR sudah perhitungkan 100 persen, CAR 100 persen," ujarnya.
Mengacu pada SE BI Nomor 13/6/DPNP, bobot risiko untuk korporasi berperingkat AAA dan AA adalah 20 persen, A sebesar 50 persen, BBB - BB sebesar 100 persen, B ke bawah 150 persen, dan tidak berperingkat 100 persen. Peringkat yang dipergunakan BI yakni yang diakui BI. Peringkat domestik untuk tagihan dalam rupiah, sementara peringkat internasional untuk tagihan dalam valas.
Baiquni menilai positif aturan BI tersebut. "Ada pihak independen menilai bank. Ini keringanan bagi bank, risiko juga berkurang, perhitungan CAR juga jadi lebih baik." Namun, ia membenarkan, penerapan itu perlu waktu. "Peraturan baru, banyak perusahaan siapkan diri, rating juga relatif mahal," katanya.
MARTHA THERTINA
Berita Terkini:
Investor Waspadai Jurang Fiskal Amerika
UMK Kota Cirebon Direvisi
Ribuan Buruh Subang Ancam Boikot Pemilu
BBM Diganti Gas, PLN Hemat Rp 5,4 Miliar per Hari