TEMPO.CO, Makassar - Sekretariat Bersama Perjuangan Rakyat Sulawesi Selatan--aliansi 32 lembaga swadaya masyarakat dan organisasi mahasiswa--meminta Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan menarik pasukannya dari perkebunan tebu PT Perkebunan Nusantara XIV di Takalar. "Kalau tidak ditarik, menimbulkan masalah dan jatuhnya korban," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Makassar Abdul Azis kepada wartawan, Kamis, 8 November 2012. Menurut dia, keberadaan pasukan memperuncing konflik antara warga dan perusahaan.
Sepekan terakhir, kepolisian daerah menempatkan satu peleton Brigade Mobil untuk menjaga perkebunan tebu di Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar itu. Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sulawesi Selatan Zulkarnaen Yusuf akan menyurati Kepala Kepolisian Timur Pradopo meninjau ulang penempatan pasukan tersebut. "Lebih baik duduk bersama mencari jalan keluar," ujarnya. Dia juga meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk membantu menyelesaikan sengketa tersebut.
Ketegangan antara warga yang tergabung dalam Serikat Tani Polongbangkeng dengan gabungan pasukan Brimob yang disiagakan di lokasi perkebunan tebu terus meningkat beberapa hari terakhir. Warga yang berupaya menghalangi pegawai perusahaan bekerja, selalu dipukul mundur oleh petugas.
Menurut Basir Tutu Daeng Toro, pembina Serikat Tani Polobangkeng, warga tidak pernah menolak penanaman tebu dan pabrik gula. Mereka menuntut PTPN XIV Takalang mengembalikan hak pengelolaan tanah mereka. "Seandainya tidak ada aparat di lokasi itu, mungkin masalah ini sudah lama selesai dengan jalan komunikasi," katanya.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan dan Barat Ajun Komisaris Besar Endi Sutendi membantah keberadaan pasukannya memperuncing konflik. Menurutnya, polisi tidak berwenang mencampuri permasalahan dan sekadar menjalankan tugas menjaga keamanan. "Apalagi, lahan itu merupakan aset negara," ujarnya.
IRFAN A. GANI | TRI Y. KURNIAWAN