TEMPO.CO, Nganjuk - Kepolisian Resor Nganjuk masih merahasiakan penyelidikan 49 santri Pondok Pesantren Daarul Akhfiya, Kertosono, Nganjuk, yang diduga sebagai teroris. Kelompok ini dibubarkan warga karena mengajarkan ilmu bela diri yang meresahkan.
Hingga pagi tadi puluhan santri yang berusia belasan tahun itu masih menjalani pemeriksaan di Kantor Badan Narkotika Kota (BNK) Nganjuk setelah sempat diamankan di Markas Kepolisian Sektor Kertosono, Senin, 12 November 2012 malam. Mereka dievakuasi dari pondok pesantrennya untuk menghindari amuk warga di Desa Kepuh, Kecamatan Kertosono, Nganjuk.
"Masih diperiksa, tanya Kapolres saja," kata Kepala Subbagian Humas Polres Nganjuk Ajun Komisaris Bambang Sutikno saat dihubungi Tempo, Selasa, 13 November 2012.
Kepala Kepolisian Resor Nganjuk, Ajun Komisaris Besar Anggoro Sukartono, juga menolak memberikan keterangan pemeriksaan tersebut. Dia hanya mengatakan telah mengamankan beberapa benda berupa buku dan kepingan VCD dengan materi jihad dari kelompok tersebut semalam.
Pondok pesantren ini sempat diserbu warga yang tidak menyukai aktivitas mereka sejak setahun terakhir. Selain menggelar pengajian malam hari, puluhan santri muda juga dilatih ilmu bela diri. "Mereka membawa pedang dan ruyung," kata Didik, warga setempat yang mencurigainya sebagai teroris.
Karena itu, bersama warga lainnya mereka menggerebek aktivitas pondok yang dipimpin Nasirudin Ahmad. Pengusiran tersebut mendapat pengawalan polisi yang mengambil alih pengamanan dengan membawa seluruh santri ke Mapolsek Kertosono. Namun, selanjutnya pemeriksaan dilanjutkan di kantor BNK Nganjuk yang lebih luas.
Ketika dikonfirmasi soal aktivitas pondoknya, Nasirudin menyangkal tuduhan terorisme. Dia mengatakan pelatihan bela diri merupakan hal yang wajar dilakukan santri di pondok pesantren salafi. Sedangkan keberadaan buku jihad yang diamankan polisi menurut dia bukan hal aneh. "Bisa dibeli di toko," katanya.
HARI TRI WASONO