TEMPO.CO, Nganjuk - Ratusan warga yang dipimpin tokoh masyarakat tiba-tiba menyerbu Pondok Pesantren Darul Akhfiya Desa Kepuh, Kecamatan Kertosono, Nganjuk, Senin, 12 November 2012 malam. Belakangan diketahui selain mengajarkan ilmu agama, pondok itu juga melatih ilmu bela diri kepada santrinya selayaknya di sebuah kamp militer.
Kepala Desa Kepuh, David Wilianto, mengatakan perseteruan warga dengan pihak pondok sebenarnya seperti api dalam sekam. Sejak berdiri satu tahun silam di lingkungan Rukun Tetangga II Rukun Warga II, warga sudah tidak menyukai keberadaan mereka. “Tiba-tiba saja ada papan nama pondok tanpa izin lingkungan,” kata David kepada Tempo, Rabu, 14 November 2012.
Entah bagaimana kisahnya, pondok yang sebelumnya adalah rumah pribadi milik Badal Ariyoso, warga setempat itu, dijual kepada Ustadz Nasiruddin Ahmad. Proses jual beli tersebut, menurut David, dilakukan tanpa sepengetahuan perangkat desa dan diurus oleh seorang notaris yang beralamat di Solo, Jawa Tengah.
Setelah beberapa hari beralih pemilik, rumah ukuran 50x15 meter ditambah pekarangan seluas 100 x20 meter ini tiba-tiba didatangi sejumlah remaja pria. Kedatangan mereka ke tempat itu juga tidak didahului pemberitahuan kepada Ketua Rukun Tetangga setempat. “Awalnya hanya 15 orang, lama-lama menjadi banyak sekali,” kata David.
Karena menimbulkan keresahan, David memanggil Nasiruddin untuk menjelaskan aktivitasnya di rumah itu. Kala itu Nasiruddin berdalih akan mendirikan yayasan untuk membantu anak putus sekolah. Bahkan dia juga menunjukkan surat izin pendirian yayasan yang dikeluarkan notaris dari Solo itu. Kepada David, Nasiruddin juga berjanji akan membantu anak-anak sekitar yang kurang beruntung.
Setelah dipantau beberapa bulan, jumlah remaja yang datang semakin banyak. Anehnya, mereka bukan dari anak-anak sekitar seperti yang dijanjikan Nasiruddin. Selain mengaji, para remaja itu mendalami ilmu bela diri di pekarangan belakang rumah yang terbuka. Di tempat ini terdapat empat buah saung dan beberapa peralatan latihan ilmu bela diri.
Dalam waktu tertentu latihan bela diri ini juga dilakukan di bantaran Sungai Brantas yang diketahui terbuka oleh masyarakat. Saat jumlah santrinya semakin banyak, Nasiruddin memasang papan nama Pondok Pesantren Darul Akhfiya, bukan yayasan sosial seperti yang disampaikan sebelumnya.
Keberadaan pondok pesantren dadakan inilah yang menurut David memicu ketegangan dengan warga. Apalagi sebagian besar masyarakat di lingkungan itu adalah non-muslim. Keberadaan pondok bahkan hanya berjarak satu rumah dengan Sekolah Menengah Farmasi Katolik. “Mayoritas warga lingkungan itu non-muslim,” kata David.
Apalagi Nasaruddin menyatakan menolak keinginan warga untuk memindahkan aktivitasnya ke tempat lain. Surat peringatan dari perangkat desa yang memberi tengat waktu untuk angkat kaki hingga pukul 16.00 WIB juga tak dipenuhi. Inilah yang membuat warga marah dan melakukan pengusiran paksa kepada penghuni pondok setelah mencopot papan nama pondok.
HARI TRI WASONO
Berita Terpopuler
Dahlan Iskan Kaget BP Migas Dibubarkan
Kepala BPMigas Sedih Banyak Digugat Ormas Islam
Ridho Rhoma Minta Rhoma Irama Bersedia ''Nyapres''
Maestro Kesenian Sunda Ma Ageung Tutup Usia
Hati-hati dengan Suplemen Multivitamin
Waspadai Penuaan pada Sistem Kekebalan Tubuh