TEMPO.CO, Jakarta -Mantan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla menanggapi santai ketegangan antara Istana dan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. yang bermula dari pemberian grasi terhadap terpidana mati kasus narkoba, Meirika Franola alias Ola.
Menurut Kalla, grasi merupakan hak prerogatif Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "(Layak atau tidaknya) nanti dinilailah," katanya usai memberikan kuliah umum Konflik dan Konsolidasi Demokrasi Indonesia di Universitas Indonesia, Rabu, 14 November 2012.
Ola merupakan terpidana mati kasus penyelundupan kokain dan heroin di Bandara Soekarno-Hatta pada 2000 silam. Namun Presiden SBY memberikan grasi dari terpidana mati menjadi seumur hidup. Menurut Mahfud Md menyebut pembisik di Istana sudah dipengaruhi oleh mafia narkoba.
Kalla mengatakan Presiden sebenarnya tidak wajib memberikan grasi tersebut. Namun, tidak bisa dinafikan juga Presiden memiliki hak. "Ya namanya juga Presiden. (Presiden) bukan harus, tapi memiliki hak," katanya.
Menurut Kalla, Presiden bisa mempertimbangkan sebuah kasus dalam pemberian sebuah grasi. Sebab, hak grasi itu tergantung Presiden sendiri, apakah memakainya atau tidak. "Hak itu bisa dipakai dan bisa tidak. Karena Beliau memakai, ya Beliau telah menggunakan haknya," kata Kalla.
Namun, apakah tepat Ola diberi grasi? Kalla menolak menyatakan salah dan tidaknya keputusan Presiden. "Kebenaran itu, kan, tergantung kasusnya," kata dia.
ILHAM TIRTA
Berita Terpopuler
Selain Narkoba, Wartawati Ini Edarkan Uang Palsu
Wartawati Edarkan Narkotika 2,6 Kilogram
Polri Gandeng Imigrasi Pantau Lalu Lintas Narkoba
3 Pertimbangan Grasi Ola Versi Farhat Abbas
Pengacara Ola, Farhat Abbas:Saya Pantas Dapat MURI