TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) R. Priyono mengatakan pembubaran institusinya akan mengakibatkan vakumnya pengelolaan minyak dan gas (migas). Kevakuman ini akan mengakibatkan tidak adanya penerimaan negara dari migas.
Sebab, kata dia, BP Migas tidak berhubungan langsung dengan konsumen dan masyarakat tapi berhubungan dengan perusahaan migas untuk pendapatan negara. "Pengelolaan pergerakan migas itu Rp 1 triliun untuk satu hari," kata Priyono dalam konferensi persnya, di kantor BP Migas, Jakarta, Rabu, 14 November 2012.
Ia juga mengaku heran dengan pernyataan bahwa BP Migas inkonstitusional. Berarti, kata dia, produk-produk BP Migas selama ini juga dianggap ilegal. Jika benar, maka nilai kontrak yang telah ditandatangani BP Migas selama Priyono menjabat sebesar US$ 70 juta dikategorikan ilegal.
Menurut Priyono, keputusan MK untuk membubarkan BP Migas ini bakal berdampak pada investor migas. Banyak investor menjadi ragu dengan kebijakan pemerintah nantinya dan khawatir terhadap keberlangsungan usaha di Indonesia.
"Perusahaan yang sudah berkontrak pasti wait and see. Kalau ada perubahan pasti takes time untuk penyesuaian," ujarnya.
Selama dua hari BP Migas dibubarkan, otomatis Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tidak bisa lifting. Sebab, tidak ada institusi yang berwenang memberikan izin lifting.
"Kita punya 74 KPS, produksi mereka akan punya masalah dengan ini. Karena mereka harus masukan ke-storage juga," katanya. Indonesia memiliki 115 pelabuhan khusus untuk lifting.
Akibat tidak bisa lifting, produksi minyak bisa turun. Hanya saja, Priyono mengaku belum menghitung berapa potensi penurunan produksi ini sejak BP Migas dibubarkan.
ROSALINA
Berita Lainnya:
Oktav Tumbel Luncurkan Album ''Christmas Moment''
Dubes Arab: Urusan Haji, Indonesia Rival Malaysia
Soal Grasi Ola, Kalla: Ya, Namanya juga Presiden
BP Migas Dinilai Rugikan Negara
Festival Sasando Jadi Ikon Pariwisata NTT