TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengikuti rekomendasi Komisaris Tinggi (High Comissioner) Perserikatan Bangsa Bangsa untuk urusan Hak Asasi Manusia, Navanethem Pillay.
Utusan khusus PBB itu baru saja usai merampungkan kunjungannya ke Indonesia. Selain menghadiri Bali Democracy Forum, Pillay juga bertemu dengan wakil umat Ahmadiyah dan GKI Yasmin. Meskipun menghargai kedatangan Pillay, Haris mengaku pesimistis kunjungan dia akan mengubah situasi penegakan HAM di Indonesia.
"Setelah delapan tahun memimpin pun tak ada apa-apa, saya menduga tak akan ada keberanian dari SBY untuk menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat hingga periode kepemimpinannya berakhir nanti 2014," kata Haris, Kamis, 15 November 2012.
Haris mengaku sangat menyayangkan lemahnya niat politik SBY menyelesaikan banyak tunggakan pelanggaran HAM di masa lalu. Selain penuntasan kasus pembunuhan Munir, ada kasus penghilangan aktivis dan mahasiswa 1998, pembunuhan misterius (Petrus), sampai kasus jagal 1965. "Lampu hijau dari Presiden amat penting karena banyak kasus pelanggaran HAM berat yang dilakukan tokoh-tokoh besar," katanya.
Dia menilai Jaksa Agung Basrief Arief tak akan berani mengusik para mantan jenderal yang diduga melanggar HAM jika tak ada dukungan dari Presiden Yudhoyono.
MUHAMAD RIZKI
Berita Terpopuler:
Suami Ola Ditembak Mati di Depan Henri Yoso
Penangkapan Ola dan Suaminya Bak Film Hollywood
Di SD, Tak Ada lagi Pelajaran IPA-IPS
Malam 1 Sura, Keluarga Keraton Surakarta Ribut
Upah Minimum di Jakarta Rp 2,2 Juta