TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pemerintah memenuhi tuntutan serikat buruh untuk menghapuskan model pekerjaan alih daya atau oursourcing ditentang kaum pengusaha. Peraturan pemerintah yang membatasi outsourcing hanya pada lima bidang pekerjaan juga dinilai berlebihan.
"Outsourcing itu biasa dan lazim di dunia usaha," kata Ketua Bidang Pengupahan dan Jaminan Sosial, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, Kamis, 15 November 2012. "Permintaan buruh terlalu berlebihan," katanya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja, outsourcing hanya boleh dilakukan di pekerjaan yang bukan inti. Pekerjaan tersebut ada lima, yakni jasa keamanan, jasa kebersihan, pertambangan, katering, dan jasa transportasi. Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar berjanji akan membuat peraturan pemerintah yang mengatur soal ini lebih ketat.
Belum juga aturan itu jadi, Hariyadi memastikan pengusaha bakal menolak. Menurutnya, jumlah tenaga kerja outsourcing di Indonesia saat ini sangatlah banyak. Sedangkan jumlah buruh alih daya di lima bidang yang diizinkan itu tidak sampai 10 persen dari total buruh outsourcing. "Kalau outsourcing yang lain ditutup, akan banyak pengangguran," kata Hariyadi. "Apa negara kita ini sudah kelebihan lapangan kerja?" dia balik bertanya.
Untuk mengatasi buruknya kondisi kesejahteraan para buruh outsourcing, Hariyadi minta pemerintah meningkatkan pengawasan. "Selama ini, pengawasan kurang," katanya. Karena itulah, banyak kontrak outsourcing yang merugikan buruh. Soal tuntutan agar buruh outsourcing diangkat menjadi karyawan tetap, Hariyadi menegaskan tuntutan itu salah alamat. Seharusnya buruh minta diangkat pada perusahaan penyedia jasa outsourcing, bukan pada perusahaan yang mempekerjakan mereka sebagai tenaga alih daya.
SUNDARI
Berita Terpopuler:
Suami Ola Ditembak Mati di Depan Henri Yoso
Ini Pantangan Tinggal di Kampung Susun Ciliwung
Tiga Alasan Deddy Mizwar Mau Jadi Cawagub
Di SD, Tak Ada lagi Pelajaran IPA-IPS
Penangkapan Ola dan Suaminya Bak Film Hollywood