TEMPO.CO , Maumere: Tak cuma Pulau Jawa yang memiliki jalur pantai utara alias pantura. Flores pun punya. Berangkat dari Maumere menuju satu dusun di Kabupaten Ende, saya melewati pantura-nya Flores.
Maumere adalah ibu kota Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Dari Jakarta, sekitar dua jam perjalanan dengan pesawat untuk transit di Denpasar, Bali. Lalu, dari Pulau Dewata itu, melanjutkan perjalanan ke Maumere dengan pesawat selama dua jam pula. Kota yang mayoritas penduduknya nasrani ini pernah dikunjungi Paus Yohanes Paulus II pada 1989.
Baca Juga:
Sepanjang perjalanan, mata saya dimanjakan berbagai pemandangan indah dan daerah-daerah yang masih sangat tradisional. Sayangnya, tak selamanya aspal itu mulus. Saya melewati geronjalan, sungai dengan jembatan yang rusak, dan jalan yang seperempatnya ambrol dan nyaris melesak ke laut.
Toh, saya mencatat beberapa hal menarik yang saya temukan sepanjang perjalanan.
1. Patung salib di atas bukit
Letaknya di pantai Tanjung, Desa Magepanda, Sikka. Patung salib berwarna putih ini terletak di atas bukit dengan pemandangan pantai dan laut biru yang indah. Ada tangga-tangga kecil dari bawah menuju ke atas. Dari Maumere menuju pantai utara, patung ini terlihat di sebelah kiri jalan. Orang-orang sering mengunjungi tempat ini untuk menikmati panorama matahari tenggelam.
Lalu di sebelah kanan, ada batu-batu sangat besar dengan gua-gua kecil di dalamnya. Orang-orang sering ke gua itu untuk memancing ikan.
2. Sawah
Tak jauh dari Pantai Tanjung, beberapa kilometer setelah patung salib dengan pemandangan laut, saya akan menemukan diri berada di antara hamparan sawah. Desa di pesisir ini kebanyakan ditinggali suku Bugis Makassar. Mereka memberi pengaruh terhadap penduduk setempat dalam hal bercocok tanam.
3. Hutan bakau
Beberapa kilometer setelah melalui sawah, saya kembali berada di jalanan aspal di pinggir pantai. Lebar jalannya sebenarnya kecil, hanya satu jalur. Bila berpapasan dengan kendaraan roda empat lain, salah satu akan memperlambat kecepatan kendaraan dan minggir ke bahu jalan supaya jalan bisa dilalui dua kendaraan. Selain pemandangan laut lepas yang biru cerah, saya melihat pohon-pohon bakau.
4. Sungai-sungai yang kering
Flores jarang dikunjungi hujan. Itu sebabnya, hampir semua sungai yang saya temui di Flores terlihat kerontang dan berbatu. Bukit-bukit pun kecoklatan dan tandus. Padang savana. Sawah dan lahan perkebunan di Flores biasanya mendapat aliran air dari hasil tadah hujan.
5. Hamparan perbukitan
Setelah dimanjakan pemandangan pantai, jalan mulai menanjak dan berliku. Mendadak kendaraan yang saya tumpangi sudah menyusuri bukit. Jalan naiknya cukup curam dan menikung. Tak jarang saya sampai menahan napas dan jantung berdebar kencang karena kondisi jalanannya. Sekitar hampir satu jam kemudian, saya sudah di puncak perbukitan. Dari tempat kendaraan saya berjalan, saya bisa melihat perbukitan lain yang berada di sekitarnya. Panorama yang indah. Mengingatkan saya pada perbukitan di Cina yang tinggi dengan jurang-jurangnya.
6. Elang Flores
Saya cukup beruntung. Setelah naik turun bukit dan melewati hamparan tanah yang landai, saya melihat seekor elang Flores terbang rendah dari arah utara. Elang Flores termasuk satwa langka dan dilindungi. Begitu cepatnya ia terbang dan kembali menukik ke langit, lalu hilang di sisi bukit yang lain.
7. Rumah tradisional
Melewati Desa Tou Timur, Ende, saya melihat rumah-rumah warga yang berdinding kayu dan beratap seng. Ada pula yang beratap tumpukan rerumputan. Rumah-rumah di Flores jarang yang atapnya memakai genteng. Biasanya memakai seng atau tumpukan rerumputan.
8. Pohon kelapa bercabang dua
Melewati Desa Aiwora, Ende, saya melihat pohon kelapa bercabang dua. Uniknya, dua cabang pohon kelapa dengan satu akar itu sama-sama berbuah! Rupanya saya tak sendirian yang melihat keajaiban alam ini. Menurut penduduk setempat, tiap orang yang melewati jalan ini selalu menghentikan laju mobilnya untuk menjepret pohon aneh ini dalam beberapa menit.
9. Makam di samping rumah
Saya memperhatikan rumah-rumah di jalan yang saya lewati di Kabupaten Sikka dan Ende. Rupanya, ada makam di samping rumahnya. Menurut penduduk setempat, itu biasanya makam kerabat atau keluarga dekat. Misalnya kakek, nenek, atau orang tua. Mereka percaya bahwa meski meninggal, namun bisa tetap terhubung dengan leluhur mereka. Bila ada acara-acara tertentu, mereka juga menghidangkan makanan dan minuman di atas nisan, agar arwah kerabatnya itu bisa ikut berpesta bersama mereka.
NIEKE INDRIETTA
Terpopuler:
AirAsia Buka 2 Rute Baru dari Medan dan Surabaya
Koloni Makanan
Tenun Ikat Asal NTT Segera Dipatenkan
Jus Pare, Jajanan Jalanan Taipei
Festival Sasando Jadi Ikon Pariwisata NTT
Permainan Rakyat Aceh Dilombakan
Gelar Tradisi Budaya Jawa Timur di Jember
Main ke Kutub Utara, Tidur di Hotel Es