TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum berniat membuat memoratorium atau menunda pengiriman buruh migran ke Malaysia. “Karena persyaratan sangat ketat sudah ada dalam MoU (antara Malaysia dan Indonesia) dan perjanjian kerja,” kata juru bicara Kementerian Tenaga Kerja, Dita Indah Sari, ketika dihubungi Jumat, 16 November 2012.
Dia mengatakan, tanpa moratorium, penempatan pekerja Indonesia di sektor rumah tangga sudah menurun tajam. MoU dan surat perjanjian tersebut sudah memuat syarat menjadi buruh migran. Di sisi lain, juga memuat hak-hak buruh migran dan perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia dan Malaysia.
Ia menjelaskan, TKI yang berangkat harus siap fisik, mental, bahasa, keterampilan, dokumen, dan pengetahuan tempat tujuan. Mengenai banyaknya TKI ilegal, Kementerian berjanji untuk mengevaluasi arus migrasi dan penempatan tenaga kerja Indonesia di Malaysia.
Alasan Dita, hal tersebut untuk meningkatkan jaminan keamanan dan perlindungan bagi TKI. Langkah ini juga sebagai antisipasi terhadap kasus yang dialami oleh sejumlah TKI ilegal di negara tersebut belakangan ini.
Menurut data Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia, jumlah TKI di Malaysia sampai Juli 2012 hampir 1,9 juta orang. Saat ini, setidaknya terdapat 38 kantong TKI di seluruh penjuru Indonesia.
Data Kementerian mencatat, kabupaten/kota pengirim TKI terbanyak di Indonesia adalah Cirebon, Jawa Barat, dengan jumlah 129.717 orang. Selanjutnya, Indramayu sebanyak 95.581 orang. Subang sebanyak 95.180 orang dan Cianjur sebanyak 89.182 orang.
Disusul Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, sebanyak 62.512 orang. Lombok Barat, NTB, sebanyak 59.751 orang; Sukabumi sebanyak 55.207 orang; Ponorogo sebanyak 47.717 orang; Lombok Timur, NTB, sebanyak 46.962 orang; dan Malang sebanyak 39.610 orang.
SUNDARI
Berita Terpopuler:
Gaya Keras Ahok Jadi Shock Therapy Pemda DKI
Deddy Mizwar Pasrah kepada Eep Saefulloh Fatah
Mengapa Pengusaha Tak Mau Outsourcing Dihapus?
Manipulasi Rp 16,1 Triliun di BP Migas
Tolak UMP Rp 2,2 juta, Pengusaha Siap Gugat Jokowi