TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad mengatakan masih perlu mendalami keterlibatan OJK dalam kewenangan mengatur dan mengawasi pedagang valuta asing bukan bank. Sebab, nantinya, aturan-aturan yang diserahkan kepada OJK dari Bank Indonesia seluruhnya menyangkut perbankan.
"Memang masih perlu pembicaraan dan pendalaman lanjutan," kata Muliaman melalui pesan pendek kepada Tempo, Jumat, 16 November 2012.
Kemarin, Asosiasi Pedagang Valuta Asing Bukan Bank menginginkan adanya undang-undang khusus untuk bisnis perdagangan valas atau money changer. "OJK memang punya ruang mengawasi lembaga keuangan lain, tapi hal itu perlu pendalaman," ujar Muliaman.
Seperti diketahui, sejumlah undang-undang menunggu untuk direvisi. Alasannya, otoritas baru dalam pengawasan industri keuangan, yakni OJK, telah resmi berdiri. Otoritas ini nantinya bertugas mengawasi perbankan, pasar modal, hingga industri keuangan non-bank lainnya.
Wakil Ketua Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Harry Azhar Aziz mengatakan, hingga kini, belum ada kejelasan siapa yang bertugas mengatur dan mengawasi pedagang valuta asing, apakah Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan. Namun, menurut dia, sebagai pertimbangan praktis, kewenangan lebih condong kepada Bank Indonesia. "Lebih mendukung fungsi apa. Kalau moneter, saya condong ke BI."
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, Hendar, menyampaikan keinginan Bank Indonesia akan adanya payung hukum bagi kewenangannya mengatur, mengawasi, dan membina pedagang valuta asing. Selama ini, meski melaksanakan fungsi-fungsi itu, belum ada ketentuan dalam Undang-Undang BI yang secara tegas menyebutkan kewenangan tersebut.
AYU PRIMA SANDI
Berita Terpopuler:
Satu Lagi Proyek Warisan Foke Dipertanyakan
Gaya Keras Ahok Jadi Shock Therapy Pemda DKI
Deddy Mizwar Pasrah kepada Eep Saefulloh Fatah
Begini Pembagian Kerja Jokowi dan Ahok
Jurnalis Korban Tentara di Riau, Dipukuli Lagi