TEMPO.CO, Jakarta - Masih adanya permintaan dolar Amerika Serikat di pasar domestik serta antisipasi para pelaku pasar menjelang libur panjang membuat rupiah kembali melemah. Pelaku pasar mencoba mengamankan posisinya dengan memegang dolar AS yang dianggap lebih aman karena takut terjadi sesuatu di pasar global pada saat pasar domestik libur panjang.
Nilai tukar rupiah pada Rabu lalu ditutup di posisi 9.629 per dolar AS, kembali melemah tipis 4 poin dari posisi sehari sebelumnya di 9.625.
Pengamat pasar uang PT Monex Investindo Futures, Apelles R.T. Kawengian, mengatakan bahwa dalam beberapa pekan terakhir, pergerakan rupiah sangat datar, di sekitar 9.600 per dolar AS. “Mungkin ini merupakan level ekuilibrium baru bagi rupiah,” ujarnya.
Kondisi Eropa yang masih dipenuhi ketidakpastian serta belum adanya faktor positif domestik yang kuat membuat rupiah seperti stagnan di level ini. Data-data ekonomi domestik, seperti inflasi, BI Rate, produk domestik bruto, serta neraca perdagangan tidak banyak berpengaruh terhadap rupiah. Lain halnya dengan indeks bursa saham Jakarta yang terus mencetak rekor tertinggi baru.
Jatuhnya mata uang tunggal Eropa, euro, karena terbebani masalah Yunani dan Spanyol tidak membuat rupiah melemah terlalu jauh. Rupiah tetap anteng di level 9.600 per dolar AS. “Dan BI sepertinya juga nyaman mata uangnya berada di level saat ini karena akan positif bagi ekspor,” katanya.
Permintaan dolar AS di pasar domestik juga belum terlihat adanya peningkatan sehingga pelemahan rupiah cukup terbatas. Batas bawah rupiah saat ini adalah di 9.575 dan batas atas berada di 9.650 per dolar AS.
Saat pasar domestik libur, mata uang Asia kembali melemah terhadap dolar Amerika pada Kamis kemarin. Dolar Singapura terdepresiasi sebesar 0,11 persen, peso Filipina melemah sebesar 0,36 persen, baht Thailand melemah sebesar 0,07 persen, serta ringgit Malaysia juga susut sebesar 0,11 persen.
PDAT | VIVA B. K