TEMPO.CO, Jakarta - Bisnis ojek ada pasang-surutnya. Ketika hujan, banyak penumpang yang memilih jasa transportasi beratap. Lalu, ketika ada peremajaan jalur transportasi lain, otomatis ojek yang tak ada trayek pun tergusur. Begitulah yang dialami komunitas pengojek di Stasiun Kramat, Jakarta Pusat.
"Sejak ada ketentuan baru commuter line, pendapatan kami turun," ujar Jodhie Pujonindio, sopir ojek, di Stasiun Kramat ketika dihubungi 15 November 2012. Pria 49 tahun itu awalnya adalah pekerja swasta yang membantu usaha ekspor mebel kakaknya. Karena bisnis ekspor ke Eropa menurun, akhirnya Jodie banting setir jadi tukang ojek sejak 2011.
"Malu saya sembunyikan demi makan anak-istri," kata alumnus Institut Kesenian Jakarta ini. Menjadi tukang ojek sudah dilakoninya sejak 2008 sebagai sambilan, tapi lama-kelamaan menjadi pekerjaan penuh seiring bisnis ekspor yang seret. Rupanya, peruntungan sebagai tukang ojek juga semakin buruk karena ketentuan baru commuter line di Stasiun Kramat. "Dulu sehari aja bisa dapat Rp 150 ribu sebelum jam 12. Sekarang Rp 50 ribu aja susah seharian," ia mengungkapkan.
Penurunan pendapatan itu membuat Jodie berpikir untuk memperbarui strategi. Ia melihat bisnis ojek semakin kompetitif dengan beberapa jasa ojek profesional di dunia maya. Peluang itu diterjemahkan Jodie dengan menyebarkan jaringan serupa. Bersama tujuh rekannya sesama pengojek di Stasiun Kramat, Jodie mendirikan usaha antar-jemput dengan kendaraan roda dua, dengan alamat www.jasarodadua.com.
"Kami sadar kami tidak banyak dana, jadi kami lebih memanfaatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan," ujar dia. Maka, Jodie pun berprinsip, apa saja pesanan diambil selagi bisa. Mulai dari layanan daging beku, antar-jemput dokumen, hingga pemesanan tiket konser. Ia menuturkan pernah mendapat pesanan dari Bandung untuk membelikan tiket konser SMTown. "Saya tanya, 'Ibu tahu saya dari mana? Ibu percaya dengan saya?'"
Pelanggan tersebut mengemukakan bahwa ia tahu dari Internet dan bersedia membayar lebih untuk jasa tersebut. "Saya hitung-hitung, sih, rugi dengan antre lima jam hanya dapat Rp 100 ribu, tapi itu adalah order jasa tiket pertama dan tentang kepercayaan," kata ayah dua anak ini.
Kepercayaan itu yang kini sedikit demi sedikit mulai dirasakan berbuah keuntungan. Meski jasa ini belum menjadi tumpuan utama, keuntungan dari pesanan jauh lebih besar daripada mangkal di Stasiun Kramat. "Order memang belum pasti tiap hari, tapi kami sudah ada beberapa pelanggan," kata Jodie.
Untuk menjaring lebih banyak pelanggan, Jodie pun tak ketinggalan memanfaatkan Twitter. Melalui akun @ojek_ol, Jodie sebagai administrator berusaha menyapa dan merespons penggemarnya. Sejak muncul 10 April 2012, akun ini sudah memiliki 2.700-an pengikut. "Saya setiap hari minimal update 50 status untuk promosi," ujar Jodhi.
DIANING SARI
Berita Lain:
Apa Saja Pelayanan di Transjek
Persaingan, Ojek Mengubah Imej Lecek dan Bau
Selain Transjek, Juga Ada Go-Jek
Selain Antar-Jemput, Transjek Bisa Jadi Jasa Kurir
Jam Operasional Transjek Masih Terbatas