TEMPO.CO, Aleppo - Sejak berkobarnya pemberontakan menentang pemerintahan Suriah, kondisi di negara ini tak menentu. Mereka yang biasa bekerja sebagai mekanik sampai pelajar misalnya, tiba-tiba beralih profesi. Salah satu pekerjaan yang memungkinkan dalam siatusi negara yang sedang 'ruwet' adalah berjualan bensin.
Salah satu pom bensin tempat truk-truk dari Turki mengisi bensin, Al Salameh, sudah tak beroperasi lagi. Pompa bensin yang terletak 1 kilometer dari perbatasan Bal al-Salama, utara Suriah, itu kini hancur. Sebagian atapnya rontok. Mesin pengukurnya gosong.
Di seluruh wilayah utara Suriah, semua stasiun pengisian bahan bakar tutup. Sebagian bernasib seperti Al Salameh, porak-poranda. Beberapa yang masih tersisa dijadikan tempat pengungsian warga Suriah.
Harga bensin pun melonjak tajam sejak perang melanda negara ini. Sebelumnya, harga bensin hanya 50 pound Suriah atau sekitar Rp 7.000 per liter. Sekarang harganya 110 pound atau sekitar Rp 15.000. Oli lebih mahal lagi. Harganya yang dulu hanya 50 pound per liter, sekarang harus ditebus lima kali lipat.
Meski tiada pom bensin, tak sulit mencari bahan bakar. Di sepanjang jalan pasti ada penjual bensin eceran. Apalagi memasuki kawasan pemukiman. Deretan penjual bensin setia menanti pelanggan.
Dalam jarak 100 meter, bisa ada 3 hingga 10 penjual bahan bakar. Mereka membawa drum-drum bensin, lengkap dengan jerigen dan corong. Biasanya para penjual bensin ini juga memajang berbagai merek rokok.
Abu Aymn, 34 tahun, ikut berjualan bensin di jalur Souran-Ajhktreen-Albab. Ia tak perlu repot mencari suplai bensin. Setiap hari, ada penjual bensin besar mengantar drum-drum bensin dengan mobil pikup.
Dalam sehari, penghasilan Abu Aymn mencapai 1000 pound. Bagi Abu, jumlah itu tidaklah besar karena harga barang juga naik tajam. “Tapi cukuplah untuk hidup sederhana,” kata ayah dua anak ini kepada Tempo.
Ia mengaku terpaksa berjualan bensin karena tak bisa lagi bekerja sebagai buruh bangunan. Dalam kondisi perang, hampir mustahil menemukan penduduk membangun atau memperbaiki rumah. Kalaupun ada, jumlah pekerjanya sangat sedikit.
Pedagang bensin lainnya, Amir Husein, 19 tahun, mengaku masih ingin melanjutkan kuliahnya di Universitas Aleppo. Tapi sejak perang, ia tak bisa kuliah lagi.
Meski membenci rezim Bashar al-Assad, Amir tak bisa seperti teman-temannya yang bergabung dengan Tentara Pembebas Suriah. “Orang tua saya tak mengizinkan. Sekarang saya butuh uang, terpaksa jualan bensin,” katanya.
PRAMONO (SURIAH)
Berita terpopuler lainnya:
Masuk Suriah, Ucapkan Salam Lancar Kemudian
Militer Suriah Serang Pemberontak di Allepo
Tentara Oposisi Suriah Tembak Jatuh Helikopter
Pemberontak Suriah Terkesima Rokok Indonesia
Pintar-pintar Mencari Jalan di Suriah