TEMPO.CO, Surabaya - Ketua Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Timur, Edi Purwinarto, mengatakan penetapan upah minimum kabupaten dan kota (UMK) akan ditunda dari rencana semula pada 21 November 2012.
Menurut Edi, penundaan dilakukan sampai ada keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) terkait dengan besaran UMK. "Tadi malam rapat dan hari ini kami akan menyurati Menakertrans. Kami ingin tahu UMK berapa persen dari standar KHL (kebutuhan hidup layak)," katanya, Senin, 19 November 2012.
Permintaan kepastian dengan menyurati Menakertrans, kata Edi, dilakukan untuk menjawab tuntutan buruh yang menginginkan besaran UMK harus 150 persen dari nilai KHL. Seperti apa jawaban Menakertrans akan dijadikan patokan oleh Dewan Pengupahan Provinsi dalam menetapkan UMK.
Berpatokan pada UMK yang besarannya 150 persen dari KHL, buruh menuntut UMK di beberapa daerah senilai Rp 2,2 juta. Padahal, UMK tertinggi di Jawa Timur, yaitu Kota Surabaya, Rp 1,567 juta.
Juru Bicara Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Jawa Timur, Jamaluddin, mengatakan dasar tuntutan agar nilai UMK haruslah 150 persen dari KHL sebenarnya merupakan instruksi Menakertrans. "UMK daerah yang masuk Ring Satu, seperti Kota Surabaya Rp 1,5 juta, terlalu rendah dan memalukan," ujarnya.
Itu sebabnya pada Senin siang buruh tetap berunjuk rasa dan mendesak gubernur melakukan terobosan sehingga nilai UMK bisa direvisi menjadi minimal Rp 2,2 juta, terutama di lima daerah, yaitu Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto, dan Kabupaten Pasuruan.
FATKHURROHMAN TAUFIQ
Berita lain:
LKPP : Peserta Sedikit, Ada Indikasi Rekayasa
2013, Seluruh Daerah Terapkan Pengadaan Elektronik
Bursa Desak Humpuss Rampungkan Pelunasan Utang
Angkasa Pura Tersandung Masalah IMB di Balikpapan
Sistem Elektronik Persempit Peluang Korupsi