TEMPO.CO, Jakarta - Banyak mitos tentang daging premium ini, dari pemilihan sapi yang hanya berjenis betina sampai jumlahnya yang terbatas, sekitar 2.500 ekor per tahun. Namanya, matsuzaka. Diambil dari lokasi peternakannya di Kota Matsuzaka, yang berbatasan langsung dengan Samudra Pasifik. Jenis daging itu berasal dari sapi asli Jepang yang berwarna hitam.
Dari sapi tersebut, muncul daging yang terlebih dulu dikenal di Indonesia, yaitu wagyu dan kobe. Arti kata wagyu sebenarnya sapi Jepang. Tapi istilah ini berkembang untuk semua sapi yang diberi pakan khusus sehingga menghasilkan daging yang memiliki guratan lemak seperti marmer atau marbled.
Khusus untuk matsuzaka, daging ini masih mendapat perlakuan khusus peternakan sapi tradisional Jepang. Sejak berumur 3 bulan, sapi hitam mulai masuk peternakan dengan desain khusus. Jauh dari keramaian, sepi, dan tenang, supaya sapi bebas dari stres. Suhu di dalam kandang terjaga agar tidak dingin atau panas saat terjadi perubahan cuaca. Bagi setiap orang yang masuk, tangan dan sepatunya wajib disterilkan dengan disinfektan supaya sapi tidak kena penyakit.
Sapi-sapi itu tidak melulu dalam kandang. Mereka boleh berkeliaran di padang rumput yang hijau, tapi tentu saja dengan gerak terbatas. Pakannya juga terjaga, seperti dedak, gandum, jerami, jagung, dan kedelai. Kalau kurang nafsu makan, peternak memberi mereka bir. Setiap hari bulu hitamnya disikat hingga bersih. Selain itu, tubuhnya dipijat dengan memakai sake supaya lemak tersebar sempurna ke seluruh tubuh dan bebas kutu.
"Setelah usia tiga tahun, baru sapi bisa dipotong," kata Public Relations Officer Restoran EN Dining, Prita Gero. Umur ini agak tidak lazim karena biasanya, semakin tua daging sapi, semakin alot. Tapi matsuzaka berbeda. Usia tiga tahun justru membuat lemak ototnya semakin banyak. Lemak tersebut membuat daging menjadi sangat empuk. Kelezatannya lebih enak daripada wagyu dan kobe. "Teksturnya seperti tahu," ujarnya.
Dulu, hanya sapi betina yang masih perawan yang bisa menjadi daging matsuzaka. Peternak di sana percaya sapi tersebut memiliki tekstur daging yang paling empuk. Tapi, pada prakteknya saat ini, ada pula sapi hitam jantan yang mereka pakai. Secara kasatmata, tekstur matsuzaka mirip wagyu lainnya. Guratan lemak otot yang bermotif seperti marmer tersebar ke seluruh potongan daging.
Di EN Dining, level daging yang mereka pakai adalah A5. Ini termasuk mahal dan sangat empuk. Lemaknya banyak, tapi karena sapi menjalani diet ketat, tidak membuat kadar kolesterol orang yang memakannya naik. Chef Rasel tidak terlalu pusing dalam mengolah daging itu. Cukup dipanggang sebentar hingga tingkat kematangan medium, daging terasa nikmat. "Jangan terlalu banyak dibumbui karena rasa aslinya sudah sangat enak," kata Prita.
Ada rasa manis dan gurih di dalamnya.
Koki kelahiran Bangladesh asal Singapura tersebut menyajikan daging itu dalam gaya Okinawa. Prefektur di ujung sebelah selatan Jepang ini terkenal dengan makanan yang rendah garam. Penduduk di sana sangat menjaga pola makan. Tidak mengherankan jika mereka kebanyakan berumur panjang. Cukup sederhana sajian koki Rasel. Nasi ditutup dengan irisan daging matsuzaka. Kemudian sebutir telur melapis tumpukan tersebut.
Harganya tentu saja sesuai dengan kelangkaan daging ini di Jakarta. Harga seporsi nasi dan daging tersebut sekitar Rp 690 ribu. Ada pula daging yang dipanggang menjadi steik dengan harga Rp 650 ribu untuk ukuran 130 gram.
SORTA TOBING
Berita Terpopuler:
Ahok Diminta Tak Permalukan Anak Buah
Ola, Sang Jenderal di Blok Melati
Deddy Mizwar Marah Ditawari ''Mahar''
Banjir di Pusat Kabupaten Bandung, 1 Orang Tewas
Kate Moss Punya Tato Senilai Rp 9,6 Miliar