TEMPO.CO, Depok - Psikolog dari Universitas Indonesia, Enoch Markum, mengatakan ada dua motif seseorang melakukan bunuh diri. Pertama, ingin mencari perhatian dan kedua memang sudah depresi dan tidak mau hidup lagi. Namun kedua motif itu tetap menyebabkan kematian. "Cuman yang ingin mencari perhatian ini masih memiliki harapan hidup," kata Enoch, Rabu 21 November 2012.
Motif yang pertama ini, kata Enoch, karena kurangnya perhatian dari keluarga dan lingkungan sekitarnya. Misalnya saja, dalam satu keluarga seorang adik merasa tidak diperhatikan, padahal kakaknya mendapatkannya. Bisa saja dia menggunakan alasan ini untuk pura-pura bunuh diri.
Nahasnya, ketika mereka yang pura-pura bunuh diri ini tidak tahu bagaimana tekniknya. Misalkan saja pakai pil, seharusnya diminum satu saja bisa untuk pura-pura, tapi malah minum tiga. "Ada juga cari perhatian dengan memotong nadinya, karena tidak ada orang akhirnya dia meninggal," kata dia.
Sementara motif yang kedua biasanya dilakukan oleh orang yang depresi berat dan menghapinya sendiri. Tidak ada yang memperhatiakan dan tempat yang bisa menampung masalahnya. Sehingga mereka putus asa. "Hidup terasa tak menyenangkan lagi," katanya.
Enoch menganalogikan seperti kasus mahasiswa UI asal Korea Selatan, Jeon Moosong (38) yang melompat dari lantai 18 Apartemen Margonda Residence, 17 November lalu. Apa pun alasannya, kata dia, mahasiswa itu memang berniat bunuh diri. "Kemungkinan dari negaranya kesepian dan curhat tidak bisa," katanya. Sampai kini kepolisian belum berhasil mengungkap motif bunuh diri Joen.
Dalam kasus ini, kata dia, ada beberapa faktor yang bisa dilihat , yaitu, tidak ada orang yang memperhatikannya karena bahasa, budaya, dan kultur yang berbeda. "Jadi alasannya bukan satu penyebab, tapi banyak penyebab," ujarnya.
ILHAM TIRTA