TEMPO.CO , Jakarta:Pinjaman Japan International Cooperation Agency (JICA) untuk proyek Mass rapid transit (MRT) menyertakan sejumlah persyaratan. Di antaranya, kontraktor utama proyek harus perusahaan Jepang atau perusahaan patungan antara perusahaan Jepang dan Indonesia.
Senior Representative JICA untuk Indonesia Akira Matsunaga menilai syarat ini cukup bisa diterima oleh pemerintah Indonesia. Soalnya, selain pinjaman berbunga rendah, 0,2 persen per tahun, Jepang juga memberikan pendampingan teknis.
Baca Juga:
"Keuntungan untuk perusahaan Indonesia, adalah penggunaan produk mereka, menciptakan lapangan kerja, dan mendapat pengalaman," kata Akira kepada Tempo di Kantor Perwakilan JICA di Senayan, Jakarta, Selasa, 20 November 2012
Matsunaga mengatakan karena perusahaan Indonesia memiliki keunggulan biaya, seluruh pelamar pekerjaan sipil untuk Jakarta MRT membentuk perusahaan patungan dengan perusahaan Indonesia. Sub kontraktor proyek ini bisa berasal dari mana saja, dalam negeri maupun luar negeri. "Perusahaan Indonesia juga diharapkan bergabung sebagai subkontraktor," kata Matsunaga.
Syarat lain dari pemerintah Jepang adalah nilai barang yang akan diadakan dari Jepang minimal 30 persen dari total kontrak yang dibiayai dari pinjaman. Pengadaan ini termasuk barang dari pabrik di Indonesia yang sahamnya minimal 10 persen dimiliki perusahaan Jepang.
Baca Juga:
Data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang menyebutkan untuk Engineering Services, JICA mengucurkan pinjaman sebesar JPY 1,86 miliar sejak 2006. Pinjaman ini dikenai bunga 0,2 persen dengan jangka waktu pembayaran 40 tahun. Sejak 2009, JICA meminjamkan JPY 48,15 juta untuk pekerjaan konstruksi.
BERNADETTE CHRISTINA
Berita Terpopuler
Ratusan Angkot Jakarta Demo Tolak Minibus
Sopir Angkot Demo, Daan Mogot Macet
BNN Ungkap Jalur Narkoba dari Papua
Transjakarta Nyaris Dipaksa Ikut Demo Angkot
Pedagang Daging Sapi di Jakut Masih Ogah Jualan