TEMPO.CO, Yogyakarta - Kayu jati kualitas nomor satu yang sudah dibentuk menjadi kerucut dengan bagian tubuh berpilin itu masih tergeletak di atas kotak kayu penyangga.
Padahal, jarum jam hampir menunjukkan angka 11 pada siang itu. Namun, abdi dalem Punakawan Kaji, Raden Riyo Haji Abdul Ridwan, belum juga tiba di lokasi. Dia merupakan petugas pemimpin doa sebelum kayu yang menjadi kemuncak itu ditarik ke atas tugu, Rabu, 14 November 2012, pekan lalu.
Pemimpin prosesi Kepala Dinas Kebudayaan Yogyakarta GBPH Yudhaningrat mulai gelisah. Beberapa kali dia melihat jam tangannya. "Jangan sampai dipasang pukul 12 siang. Itu candhik ala, pertanda tidak baik," katanya. Pemasangan kemuncak adalah bagian dari proses revitalisasi tugu yang merupakan bangunan cagar budaya itu.
Semula Tugu Yogyakarta itu tidak berbentuk seperti saat ini. Pada masa Sultan Hamengku Buwono I, bentuk tugu adalah golong gilig, yang kemudian menjadi namanya. Badan tugu berbentuk silinder alias gilig. Sedangkan puncaknya berbentuk bulat seperti bola alias golong. Tingginya 25 meter. Secara filosofis, tugu golong gilig punya makna bersatunya raja dengan rakyatnya alias manunggaling kawula lan gusti.
Namun, gempa dahsyat pada 10 Juni 1867 pada masa Sultan HB IV merusak tugu itu. Sultan HB VII membangun kembali. Akan tetapi, bentuknya berubah, berupa segi empat dengan puncak mengerucut dan diberi nama de white paal alias tugu pal putih karya arsitek Belanda dengan pemimpin proyeknya, Patih Danurejan. "Jadi itu bukan arsitektur khas Jawa, tapi Eropa. Tugu pal putih kalau di Eropa menjadi tugu penanda jarak," kata Yudhaningrat. Itulah bentuk tugu hingga kini.
Konsultan revitalisasi tugu, Winarno, mengatakan bahwa perubahan bentuk tugu punya makna politis. "Perubahan itu untuk menghilangkan makna manunggaling kawula lan gusti sehingga perjuangan masyarakat Yogyakarta melawan penjajah Belanda menjadi lemah," kata Winarno. Namun, toh, bentuk tugu tidak dikembalikan seperti semula. "Tugu pal putih ini kan bagian dari benda cagar budaya. Jadi tak boleh dirombak," kata Yudhaningrat.
Tiga puluh menit sebelum pukul 12.00 tengah hari, usai Raden Riyo Haji Abdul Ridwan memimpin doa, kemuncak baru dinaikkan dengan tali ke atas tugu. Wartawan pun berebut memegang kemuncak. "Kalau sudah dipasang, belum tentu kita bisa memegangnya lagi. Ini sejarah, lho," kata salah seorang wartawan.
PITO AGUSTIN RUDIANA
Berita Terpopuler:
Jokowi Siap Kasih Rp 15 Miliar ke Kelurahan, Tapi...
Lawan Israel, Hisbullah Tak Biarkan Gaza Sendiri
Ini Situs-situs Israel yang Dilumpuhkan Anonymous
Hacker Sedunia Serukan Perang Cyber Lawan Israel
UMP Rp 2,2 Juta, Pedagang Bakso Menjerit