TEMPO.CO, Jakarta - Pusat data (data center) di Indonesia mengalami peningkatan kompleksitas yang terus meluas. Hal itu berdampak pada peningkatan biaya. “57 persen organisasi menyebutkan terjadi peningkatan biaya sebagai dampak dari kompleksitas data,” ujar Raymond Goh, Regional Senior Director Systems Engineering & Alliances ASR, Symantec Corp, dalam paparannya terhadap hasil survei Symantec 2012.
Berdasarkan hasil survei, biasanya, organisasi mengalami gangguan pusat data rata-rata 16 kali dalam 12 bulan terakhir. Gangguan tersebut menimbulkan biaya total US$ 5,1 juta (Rp 49 miliar). “Penyebab paling umum adalah kegagalan sistem,” ujar Goh.
Selain peningkatan biaya, peningkatan kompleksitas itu juga berdampak pada berkurangnya kelincahan, waktu pencarian informasi yang lebih lama, pengiriman untuk migrasi yang lebih lama, kesalahan penempatan data, dan bahkan risiko gugatan hukum.
Temuan di Indonesia itu merupakan bagian dari survei Symantec yang dilakukan secara global, meliputi 2.453 organisasi di 32 negara. Di Indonesia, survei dilakukan terhadap 100 organisasi.
Survei itu menyebutkan bahwa 79 persen dari organisasi melaporkan adanya peningkatan kompleksitas dalam pusat data. Di Indonesia, 87 persen perusahaan mengatakan bahwa peningkatan jumlah aplikasi bisnis telah menjadi faktor yang mendorong kompleksitas data.
Faktor-faktor pendorong kompleksitas data lainnya adalah pertumbuhan jumlah data (68 persen), perangkat lunak (62 persen), komputasi mobile (61 persen), dan virtualisasi storage (59 persen).
Untuk mengatasi kompleksitas data, perusahaan-perusahaan di Indonesia melakukan berbagai langkah. Di antaranya, standardisasi keamanan, sentralisasi pusat data, standardisasi perangkat keras, pelatihan karyawan, dan standardisasi kepatuhan.
ERWIN Z
Berita lain:
Hewan Ini Puasa Seks Selama 80 Juta Tahun
BBM Lelet? Cobalah Aplikasi Gold Messenger
Kiamat Suku Maya Dimanfaatkan Biro Wisata
Android Makin Menguasai Pasar Smartphone Indonesia
Tubuh Reptil Ternyata Mengecil di Daerah Dingin