TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat ekonomi dari Institute Development Economy and Finance, Aviliani, menilai penentuan upah minimum bukan hak pemerintah daerah. Sebab, tugas itu sudah dilaksanakan Dewan Pengupahan Provinsi.
"Dewan Pengupahan sudah tripartit, terdiri dari pemerintah, pengusaha, dan pekerja," kata Aviliani saat dihubungi Tempo, Kamis, 22 November 2012.
Menurut dia, meskipun pemerintah daerah seolah-olah membela pekerja, itu justru tidak tepat. "Keputusan tersebut justru merusak tatanan ekonomi nasional untuk ke depannya," kata dia. Nantinya yang terjadi adalah kondisi reindustrialisasi.
Seharusnya, dalam penentuan upah minimum, pengusaha sudah membuat perhitungan batas produktivitas. "Sehingga tidak semena-mena menaikkan upah, tapi pengusaha juga melihat apakah produktivitas sudah memadai," ujarnya.
Pemerintah DKI Jakarta telah menetapkan upah minimum provinsi sebesar Rp 2,2 juta. Angka itu jauh lebih kecil dibanding angka yang diajukan buruh, Rp 2,7 juta. Menurut Gubernur DKI Joko Widodo, belum ada pengusaha yang memprotes keputusannya.
Sejumlah pengusaha menyatakan keberatan dengan kenaikan upah minimum provinsi yang dinilai terlalu tinggi. Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Pengupahan dan Jaminan Sosial, Hariyadi Sukamdani, besarnya kenaikan upah yang ditetapkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan menyulitkan industri padat karya dan usaha kecil-menengah.
AYU PRIMA SANDI
Berita lain:
Dahlan Iskan: Banjiri Cina dengan Buah Tropis RI
Dahlan Usul Tanam 5.000 Pohon Sukun
Golkar: Apindo Tak Berhak Ikut Tentukan Upah Buruh
Dahlan Percaya PT Kertas Leces Bisa Hidup
Terus Rugi, Sharp Segera PHK 2.000 Pekerja