TEMPO.CO, Yerusalem - Yerusalem-Israel tak hanya bermain di medan dataran pertempuran, tapi juga peperangan di media sosial. Kesiapan itu dimatangkan oleh Angkatan Bersenjata Israel (IDF) sejak 2008. Mereka mulai membuat divisi humas melalui dunia maya yang memiliki alamat di @IDFspokesperson. Awalnya, divisi ini dikelola anggota humas IDF berusia 25 tahun bernama Aliza Landes.
Bio akun ini tertulis, Twitter resmi IDF. Landes pun ikut mengunggah sejumlah video ke Youtube. Tujuannya untuk mentransfer video kepada jurnalis asing yang dilarang militer Israel untuk memasuki Gaza. Perempuan ini pun kemudian mengunggah beberapa informasi rutin tentang statistik jumlah roket dan korban.
Selama perang delapan hari terakhir, IDF ternyata bergerak di daerah yang sulit terpetakan secara digital. Juru Bicara IDF Letnan Kolonel Avital Leibovich menuturkan, tim media sosial mereka berusaha untuk memberikan berita yang terbaik dan tidak memojokkan kedua belah pihak. "Tujuan kami adalah mencoba merangkul pembaca dari seluruh dunia, pembaca yang mungkin tidak mendapatkan informasi yang benar dari media arus utama," ujar dia
Leibovich pun membela beberapa perilaku tentara dalam media sosial. "Twitter tidak terlalu populer di Israel, tapi Instagram iya," ujar dia. Dan jejaring berbagi foto itu dalam beberapa pekan terakhir banyak dipenuhi gambar-gambar perang dari sejumlah tentara muda Israel.
Leibovich mengatakan bahwa tentara itu adalah aset. "Waktu kami rekrut mereka baru 18 tahun, usia di mana banyak orang terlibat dalam jejaring sosial," ujar dia. Jadi kondisi tentara yang mengunggah foto-fotonya adalah hal wajar. "Kami beruntung punya mereka yang lahir dengan kondisi realitas seperti ini. Inilah kenapa mereka sangat kreatif, dan kami mendapatkan keuntungan dari kreativitas mereka," ujar dia. Saat ini, tim media sosial IDF merekrut 300 personel.
Tapi, Leibovich mengingatkan, ada perbedaan besar antara organisasi militer dan jejaring sosial. Organisasi militer bersifat lebih tertutup, bahasanya lebih kasar. Adapun media sosial justru sebaliknya, lebih terbuka dan banyak mengandung hal-hal emosional.
Tim media sosial bekerja sangat rapi. Setiap berita yang diunggah dalam bahasa Inggris, Prancis, dan Spanyol di laman Facebook IDF keluar dalam waktu yang bersamaan. Ahli media sosial Yuval Dror mengatakan bahwa media sosial membawa dua pesan. Pertama tentang percakapan, kedua tentang memutus jalur pers. "IDF ingin berbicara langsung dengan pembacanya, karena mereka percaya kebanyakan jurnalis di Timur Tengah tidak merepresentasikan apa yang seharusnya diceritakan tentang IDF," ujar Dror.
Israel rupanya tak hanya menggunakan Twitter dan Facebook, melainkan Tumblr dan Flickr. Menurut Dror, pilihan media sosial itu tak tepat karena sangat bergaya remaja. "Ini adalah situasi perang, ada banyak kerusakan. Saya pikir, Israel terlalu meremehkan," kata dia
ATLANTIC|EURONEWS|DIANING SARI
Baca juga:
#PrayForGaza
Gencatan Senjata Israel-Hamas Disambut Takbir Akbar
Israel : Ada 20 Roket Gaza Selama Gencatan Senjata
Lewat Twitter, Jurnalis Beritakan Serangan Israel
Intel Israel Ditangkap Geng Motor Palestina
6 Tersangka Mata-mata Israel Dieksekusi Hamas