TEMPO.CO, Bielefeld - Ketika sumber pangan lain sulit ditemukan, sejenis alga hijau ternyata dapat mengurai material tumbuhan lain dan mengonsumsinya sebagai makanan. Temuan studi baru ini mengejutkan, karena untuk pertama kalinya diketahui ada anggota kerajaan tumbuhan yang dapat memecah selulosa tumbuhan lain dan memanfaatkannya sebagai sumber energi. Selulosa adalah biopolimer yang memberikan kekuatan pada dinding sel tumbuhan.
Temuan itu dipublikasikan oleh Lutz Wobbe, peneliti di University of Bielefeld, Jerman dalam jurnal Nature Communications. “Studi kami adalah yang pertama kali mendemonstrasikan bahwa organisme yang mampu melakukan fotosintesis ternyata juga dapat mencerna selulosa,” ujarnya pada situs OurAmazingPlanet.
Trik ini akan amat berguna dalam produksi biofuel seperti ethanol selulosa karena proses itu membutuhkan enzim yang sangat mahal untuk mengurai selulosa dan mengubahnya menjadi gula sederhana sebelum dikonversi menjadi ethanol. Kemampuan itu juga bermanfaat untuk membuat biodiesel, karena C. reinhardtii mempu menghasilkan lemak yang dapat diubah menjadi bahan bakar.
“Ganggang itu dapat menghancurkan selulosa dengan mengeluarkan enzim selulase,” kata Wobbe. “Semula kemampuan itu dianggap hanya dimiliki oleh jamur, bakteri dan binatang.”
Christoph Benning, ahli biokimia di Michigan State University, menyatakan temuan itu sebenarnya tidak mengejutkan, namun belum pernah terlihat dengan jelas. “Saya tak bisa mengingat tumbuhan lain yang bisa menghancurkan selulosa dan menghasilkan gula,” kata Benning. Tidak terlalu mengagetkan, tapi saya belum pernah mendengar perilaku seperti itu.”
Masuk akal bila spesies itu dapat hidup dengan mengonsumsi selulosa karena alga itu hidup di dalam tanah. “Karbon dioksida dan sinar mentari memang tak selalu tersedia di tempat itu, sebaliknya material tumbuhan berlimpah,” kata Stephen Mayfield, direktur San Diego Center for Algae Biotechnology.
Mayfield mengatakan dunia nyata adalah tempat yang keras. “Makan atau dimakan,” katanya.
Dia memberi contoh, hanya dua persen genom manusia yang didedikasikan untuk fungsi otak, namun ada 25 persen yang dialokasikan untuk pertahanan melawan kuman patogen yang berusaha menginfeksi tubuh manusia. “Itu saja seharusnya memberi pengetahuan tentang dunia ini, bahwa semua mencari makan siang gratis, tak terkecuali alga,” ujarnya.
LIVESCIENCE | TJANDRA