TEMPO.CO, Bab al-Salama - Wijbe Abma mendongkol. Mahasiswa Universitas Utrecht, Belanda, berusia 21 tahun itu kesal terhadap para petugas di kantor bantuan di Bab al-Salama, perbatasan utara Suriah dengan Kota Kilis, Turki. Musababnya, dia tak bisa membagikan langsung 100 selimut, yang dibelinya di Kilis, kepada para pengungsi. “Mereka menertawakan saya karena hanya membawa 100 selimut,” kata Wijbe yang tinggal sehotel dengan saya, Selasa, tiga pekan lalu.
Ia mengaku tiga bulan terakhir bepergian ke beberapa negara. Saat di Turki, ia tertarik dengan Suriah. Tergerak membantu pengungsi, ia membeli 100 selimut tebal dari duitnya dan beberapa teman yang dikenalnya di Belanda dan Turki. Saat itu, musim dingin mulai melanda Suriah. Tapi, sudah dua pekan selimutnya tersimpan dalam tiga karung di toko pakaian di Kilis.
Menurut Wijbe, para petugas yang didatanginya dua pekan sebelumnya memaksa bantuan diserahkan kepada mereka lebih dulu. Wijbe mendengar kabar tak mengenakkan soal petugas di kantor bantuan yang menyelewengkan bantuan bagi para pengungsi. Saat ia datang, para petugas bantuan asyik menonton televisi, merokok, dan minum kopi.
Sejumlah sumber Tempo yang mengetahui kinerja petugas di kantor bantuan juga menceritakan hal sama. Menurut seorang sumber di Bab al-Salama yang mengetahui kinerja petugas bantuan, tak semua selimut dan bantuan lain seperti obat-obatan dibagikan kepada para pengungsi. Ada petugas yang menjual bantuan untuk mendapat keuntungan pribadi.
Ia mencontohkan, seorang tetangganya di Azaz menjadi salah satu koordinator bantuan. Sebelumnya, tetangganya itu tergolong miskin. “Tapi kini dia punya Mercedes Benz, dan anak-anaknya yang masih kecil memegang banyak duit,” katanya.
Saat Tempo bertandang ke kawasan pengungsian di Bab al-Salama, sejumlah pengungsi mengaku kekurangan selimut. Di tenda Mohammad Mustafa, 38 tahun, pengungsi asal Kota Marea, hanya ada dua selimut untuk istri dan enam anaknya. “Padahal, kalau malam, dua selimut untuk sendiri saja masih terasa dingin,” katanya.
Tapi Hussam Shamou, manajer kantor bantuan, membantah ada penyelewengan. Menurut dia, bantuan masuk ke kantornya untuk memudahkan koordinasi. Jumlah bantuan pun masih kurang dari yang dibutuhkan. Tak ada negara selain Turki yang membantu para pengungsi. “Pada dasarnya, kami memang kekurangan,” katanya.
Pekan lalu, Wijbe tak lagi mendongkol. Dibantu beberapa orang yang punya koneksi di perbatasan, 100 selimutnya bisa masuk ke Suriah dan dibagikan langsung di Kota Aleppo. “Satu selimut saja sangat berarti untuk warga Suriah,” katanya.
PRAMONO (BAB AL-SALAMA)
Berita Terkait:
Laporan dari Suriah, Teh Penyelundup di Kafe Turki
Oposisi Suriah Butuh Bantuan Dana Rp 577 Triliun
Pejuang Islam Suriah Tolak Blok Oposisi
Penerjemah di Suriah Mirip Antonio Banderas
Sulitnya Mendapat Selembar Roti di Suriah