TEMPO.CO, Sukadana - Juara tinju dunia kelas bulu International Boxing Organization (IBO), Daud Yordan, ingin bermain di kelas yang lebih berat. "Selama ini saya merasa kurang fit bermain di kelas bulu," ujarnya kepada Tempo, 25 November 2012.
Tinju profesional terdiri atas 17 kelas berdasarkan berat badan. Mulai kelas minimum 47,6 kilogram sampai kelas berat di atas 90,8 kilogram. Kelas bulu memiliki batas antara 55,3 dan 57,1 kilogram. "Untuk saat ini, paling memungkinkan pindah ke kelas bulu super: 58,9 kilogram," katanya.
Daud, 25 tahun, merasa kesulitan terus berada di kelas bulu. Dengan tinggi 1,7 meter, bobotnya sehari-hari mencapai 65 kilogram. Saban mau naik ring, dia jungkir balik menurunkan berat dengan latihan keras selama minimal tiga bulan. Dia juga rutin "sauna" untuk memeras keringat. Karena kota tempat tinggalnya di Sukadana, Kayong Utara, Kalimantan Barat, tidak memiliki tempat sauna, dia mengurung diri di Avanza-nya yang dijemur di terik matahari.
Akibatnya, petinju yang berjulukan Cino--karena matanya yang sipit--itu tidak mampu mengeluarkan seratus persen kemampuannya di ring. "Maksimal saya lima ronde, setelah itu jadi maksa," katanya.
Juara dengan rekor pertandingan 30 menang dengan 23 knock out dan dua kalah ini mengawali karier pada Agustus 2005 di kelas bulu junior--juga dikenal dengan bantam super--55,5 kilogram. "Namun, seiring bertambah usia, bobotnya juga bertambah," ujar abang sekaligus pelatihnya, Damianus Yordan.
Melihat Daud kelabakan menurunkan berat badan, pelatih mendukung keinginannya. Namun keinginan itu harus dibayar mahal. "Otomatis gelar akan saya dicopot," kata Daud.
Di kelas bulu super, dia harus mendaki tangga menuju juara dunia dari awal. Sebagai contoh, Daud tercatat sebagai penantang urutan sebelas bagi juara kelas bulu versi WBC, Daniel Ponce de Leon. Namun, bagi juara kelas bulu super WBC, Takahiro Aoh, Daud tidak dikenal. "Bahkan, bagi juara kelas bulu super IBO, Will Tomlison, saya tidak termasuk penantang," katanya.
Manny Pacquiao--yang memenangkan juara di delapan kelas berbeda--tidak menemui kesulitan seperti itu karena memiliki reputasi yang mengatrol namanya langsung ke daftar penantang nomor wahid setiap kali pindah kelas. "Saya jelas belum bisa seperti dia," ujar Daud, merendah.
Keinginan ini akan dia konsultasikan dengan manajer sekaligus promotornya, Raja Sapta Oktohari. Tempo belum berhasil menghubungi Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia karena telepon dan pesan yang dikirim belum dibalas.
Petinju kelahiran Ketapang, Kalimantan Barat, ini merengkuh sabuk juara dunia setelah menumbangkan Lorenzo Villanueva asal Filipina, Mei lalu. Awal bulan ini, dia mempertahankan sabuknya dari petinju Mongolia, Choi Tseveenpurev, lewat kemenangan angka. Daud bermain di kelas yang sama dengan sang Naga, Chris John, juara dunia versi World Boxing Association, WBA.
REZA MAULANA