TEMPO.CO, Indramayu - Sebanyak 1,7 juta pohon mangrove berhasil ditanam oleh masyarakat daerah pesisir wilayah Indramayu dan Brebes. Upaya membuat sabuk hijau di pesisir utara ini, selain menyelamatkan permukiman penduduk dari abrasi air dan badai rob, juga memiliki nilai ekonomi yang bisa dirasakan oleh masyarakat sekitar.
Keberhasilan penanaman mangrove selama lima tahun terakhir terungkap dalam acara Jambore Mangrove, 23-25 November, di Pantai Karongsong, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, yang diikuti 60 orang perwakilan dan pendampingnya dari Mangrove Sari Brebes, Cirebon, LSM Siklus Indramayu, Mitra Yagasu, Teen Go Green, KEHATI, Mitra Transformasi Hijau, dan Bale Mangrove. Selama tiga hari peserta bercerita tentang pengalaman mereka yang ikut melestarikan mangrove di daerahnya masing-masing.
Menurut Basuki Rahmad, penyelenggara dari Yayasan KEHATI, kegiatan ini merupakan wadah anak muda yang telah peduli dan ikut melestarikan mangrove. "Banyak hal menarik yang terungkap dari perwakilan kelompok masyarakat pelestari mangrove, dari mulai perjuangan mengajak masyarakat sadar lingkungan sampai keberhasilan menanam lebih dari 1,7 juta hektare mangrove di daerahnya," kata Rahmad kepada Tempo.
Dalam catatan KEHATI, di Dusun Pandan Sari, Desa Kaliwlingi, Kabupaten Brebes, sudah ada sekitar 1,5 juta batang pohon mangrove yang berhasil dilestarikan oleh warga sekitar selama lima tahun di atas lahan seluas 30 hektare.
Di Karangsong, Indramayu, sudah ada 200 ribu pohon mangrove yang ditanam di antara kilang minyak Balongan dan Tempat Penurunan Ikan (TPI) seluas 20 hektare. Keberhasilan ini tidak lepas dari kesadaran masyarakat untuk melestarikan lingkungannya.
Baca Juga:
Ketua Mangrove Sari, Brebes, Mashadi, mengungkapkan, tidak mudah menyadarkan masyarakat untuk peduli menanam mangrove jenis Hyzhopora mukronata dan Avecinea marina. Sejak tahun 2006 lalu, dia dan beberapa warga mulai sadar ketika mengetahui ada hampir 850 hektare daratan tergerus abrasi air laut. Agar tempat tinggal mereka tidak hilang, akhirnya Mashadi mengajak tetangganya untuk menanam mangrove di bekas tambak udang yang tidak terpakai lagi.
Upaya mereka mendapat perhatian dari KEHATI, yang memberikan sejumlah dana operasional masyarakat selama lima tahun. "Akhirnya, kami bisa menyadarkan masyarakat. Bahkan sekarang, di sela-sela mangrove, mereka memelihara ikan, kerang, dan rumput laut," ujar Mashadi.
Di Karangsong, Indramayu, LSM Siklus pendamping masyarakat berjuang untuk menanam mangrove. Perjuangan mereka menanam mangrove sempat mendapatkan tantangan dari para nelayan dan warga sekitar. Ribuan mangrove dipapas habis, kayunya dijadikan bahan bakar pengganti minyak.
Pada awalnya, mereka menanam dua jenis mangrove, yakni Hyzhopora mukronata dan Avecinea marina, sebanyak 66 ribu pohon di atas lahan 3 hektare. Upaya ini mendapat perhatian Pemerintah Kabupaten Indramayu, dan mereka memperoleh dana hibah.
Mereka mendapat bantuan satu unit kapal tangkap ikan berkapasitas 50 ton. Hasil dari tangkapan ikan dipakai untuk membeli bibit mangrove yang akan ditanam di pesisir pantai Indramayu. Meskipun saat ini baru 200 ribu pohon yang ditanam, sudah ada delapan jenis tanaman bakau.
Menariknya, dua kelompok di Brebes dan Indramayu bersama masyarakat menyusun buku modul ajar pendidikan lingkungan pesisir bagi para guru dan siswa sekolah di wilayah mereka sebagai muatan lokal.
Upaya ini ternyata berhasil menyadarkan anak-anak sekolah akan pentingnya tanaman mangrove bagi kelestarian lingkungan mereka. Bahkan, di Pandan Sari, Brebes, mereka membuat peraturan desa untuk melindungi mangrove dan membentuk Satuan Petugas Penjaga Sagara (Satgasdara) untuk patroli setiap malam menjaga pencurian pohon bakau.
DEFFAN PURNAMA