TEMPO.CO, Madiun - Kereta Rel Diesel Elektrik (KRDE) Arjuna Ekspress mulai hari ini, Selasa, 27 November 2012, tidak lagi melayani rute Surabaya-Madiun (pulang-pergi). Mulai 1 Desember 2012, kereta itu dialihkan untuk melayani rute Semarang-Tegal.
”Okupansi penumpang sangat rendah. Dalam tiga bulan terakhir, per hari kurang dari 20 persen dari kapasitas 308 tempat duduk,” kata juru bicara PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi VII Madiun, Sugianto, Selasa.
Menurut Sugianto, pengelolaan operasional kereta api itu juga beralih dari PT KAI Daerah Operasional (Daops) VIII Surabaya ke Daops IV Semarang.
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan PT KAI, ada beberapa penyebab yang menimbulkan kerugian operasional saat melayani rute Surabaya-Madiun. Di antaranya jam pemberangkatan. Padahal fasilitasnya cukup memadai.
Sejak diluncurkan saat arus mudik Lebaran lalu, kereta api itu diberangkatkan dari Madiun pukul 07.00 WIB dan tiba di Surabaya pukul 11.00 WIB. Lalu kembali dari Surabaya pukul 16.30 dan tiba di Madiun pukul 21.30 WIB. Jam pemberangkatan tersebut tidak termasuk waktu ramai (peak time) penumpang.
Harga tiket diduga juga berpengaruh. Pasca-arus mudik, harga tiket dinaikkan secara bertahap mulai dari Rp 30 ribu karena ada subsidi hingga tarif normal Rp 50 ribu. Tarif tersebut jauh lebih mahal dibanding tarif bus dengan rute yang sama, yakni sekitar Rp 18 ribu.
Pada saat dioperasikan untuk angkutan mudik Lebaran lalu, kereta api tersebut malah digratiskan karena tiketnya sudah dibiayai Pemerintah Provinsi Jawa Timur, yang bekerja sama dengan PT KAI.
Berdasarkan informasi yang diperoleh Tempo, sejak hari ini juga, operasional KRDE Kelud Express rute Surabaya-Blitar dihentikan. Namun Sugianto tidak mengetahui jalur kereta api tersebut dialihkan ke mana. ”Itu wewenang Daop VIII Surabaya,” ujar Sugianto.
ISHOMUDDIN
Berita lain:
Tuduhan Marzuki Alie Dibantah Dubes RI di Jerman
Kalla Bakal Gembosi Aburizal?
Gusar, Marzuki Sama Saja Mengakui DPR Foya-foya
BNN: Akan Kami Ungkap Siapa Sebenarnya Ola
Marzuki Alie Kritik KPK