TEMPO.CO, Malang - Para peternak sapi potong di Kota Malang merugi setelah jagal dan pedagang daging sapi melakukan aksi mogok. "Sapi tidak bisa saya jual, sedangkan harga pakan terus naik,” kata seorang peternak dan penggemukan sapi di Jalan Sanan, Kota Malang, Ghozali, Selasa, 27 November 2012.
Ghozali mengaku merugi hingga Rp 10 juta setiap hari karena biasanya dia bisa menjual 3-5 ekor sapi. Sementara itu harga pakan, seperti polar, per karung seberat 50 kilogram semula Rp 125 ribu, naik menjadi Rp 150 ribu. Rumput segar awalnya Rp 12 ribu per karung naik menjadi Rp 15 ribu.
Selain itu, harga beli sapi terus melambung. Biasanya Rp 10 juta per ekor naik menjadi Rp 15 juta. Harga sapi disesuaikan dengan berat dan kualitas daging yang dihasilkan. "Harga bibit sapi juga mahal," ujar Ghozali.
Para peternak memanfaatkan limbah industri tempe berupa kulit kedelai dan air rebusan tempe sebagai makanan sapi. Populasi sapi di kawasan sentra pembuatan tempe mencapai 1.000 ekor lebih. Namun sebagian besar peternak hanya merawat sapi titipan milik para penjagal.
Peternak menggemukkan sapi selama lima bulan hingga siap potong. Setiap ekor dibeli seharga Rp 6,5 juta. Mereka menggunakan bibit sapi peranakan brahma, limusin, dan santa.
Kerugian juga dialami Rumah Potong Hewan Kota Malang karena tidak ada aktivitas pemotongan. Padahal setiap hari biasanya melayani jasa pemotongan hingga 60-an ekor sapi. "Selama lima hari kami merugi Rp 20 juta," ucap Kepala RPH, Djoko Sudadi.
EKO WIDIANTO