TEMPO.CO, Jakarta -- Penerapan teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) oleh pemerintah dinilai masih rendah. Padahal pencapaian visi Indonesia 2025 memerlukan penerapan TIK yang baik di pemerintahan.
Tony Seno Hartono, National Technology Officer Microsoft Indonesia, mengatakan bahwa penerapan teknologi informasi dan komunikasi yang rendah terlihat dari rendahnya tingkat kolaborasi di antara institusi pemerintah. “Padahal ada undang-undang yang mendorong kolaborasi itu,” ujarnya di Jakarta, Rabu, 28 November 2012.
Kolaborasi tersebut didorong oleh keberadaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Sementara itu, ujar Tony, kolaborasi baru terjadi di aplikasi pemetaan yang dapat diakses di Tanahair.net atau Tanahair.indonesia.go.id. “Hal itu terlaksana mungkin juga karena ada dorongan dari Presiden,” ujarnya.
Menurut Tony, model e-government, yang ada saat ini baru pada level terendah. Pada level ini, institusi sekadar membuat portal dan menyiapkan form pengisian. Sedangkan di level-level lebih tinggi, kolaborasi telah terjadi dalam institusi (level 2), antar-institusi (level 3), serta kolaborasi antar-stakeholder (level 4).
Tony menambahkan, kesadaran akan perlunya kolaborasi sudah cukup tinggi, tapi masih terdapat kendala yang menyebabkan berbagai instansi tidak berkolaborasi. “Kendala terbesar dari SDM dan kultur,” tuturnya.
Untuk mengatasi kendala SDM dalam berkolaborasi, Tony menyarankan pemerintah menggunakan arsitektur private cloud. “Tinggal sewa selama setahun, dan tidak perlu ada orang IT yang menjaganya,” ujarnya.
Teknologi IT, kata Tony, memungkinkan pemerintah saling berkolaborasi, sehingga bisa bekerja secara lebih profesional dan semua dimonitor. “Dengan berkolaborasi dari berbagai instansi, dalam waktu singkat satu masalah bisa teratasi,” tuturnya.
Tony mencontohkan, langkah kolaborasi pada pemetaan membuat masyarakat memiliki sumber data yang benar. “Masyarakat punya kepastian untuk membuka bisnis, membeli tanah, karena mengetahui peruntukan tanahnya.”
Dalam kolaborasi ini, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah keamanan informasi, yaitu informasi dari mana, menuju ke mana, dan siapa yang boleh mengedit. “Cyber security menjadi satu hal yang penting,” ujar Tony.
Sekretaris Badan Standar Nasional Pendidikan Richardus Eko Indrajit menegaskan pentingnya soal keamanan. Ia mencontohkan banyak negara runtuh dipicu oleh media sosial. Hal itu terjadi karena penyebaran informasi melalui Internet berjalan secara eksponensial.
Menurut dia, langkah yang harus dilakukan adalah preventif, reaktif dan peningkatan kualitas keamanan secara bertahap. “Beri standar. Meski pembuatan standar ini yang malas dilakukan di Indonesia,” ujarnya.
ERWIN Z
Berita lain
Misteri Otak Saat Koma Mulai Terkuak
Nenek Moyang Kopi Indonesia Nyaris Punah
Efek Bulan Purnama Cuma Mitos
Intel Beri Penghargaan Untuk Enam Guru Indonesia
Ericsson Gugat Samsung Soal Pelanggaran Hak Paten