TEMPO.CO, Malang - Ketua II Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Sulistiyanto, mengatakan banyak peternak yang menjual sapi perahnya karena harga pakan yang terus melambung. Selain itu harga sapi juga meningkat sehingga peternak sapi perah didatangi para pedagang yang datang dari berbagai daerah. ”Kondisi seperti ini bisa berakibat berkurangnya populasi sapi perah dan menurunkan produksi susu,” ujar Sulistiyanto, Rabu 28 November 2012.
Harga sapih perah yang biasanya Rp 8 juta hingga Rp 10 juta per ekor, rata-rata naik Rp 1 juta menjadi Rp 9 juta hingga Rp 11 juta per ekor. Sedangkan harga pakan, seperti polar dalam kemasan karung 50 kilogram melonjak dari Rp 125 ribu menjadi Rp 150 ribu per karung. Demikian pula rumput Rp 12 ribu per karung naik menjadi Rp 15 ribu per karung. Jenis pakan lainnya, bungkil dan katul juga ikut melonjak.
Menurut Sulistiyanto, sejak sebulan terakhir produksi susu anjlok dari rata-rata 1.000 ton per hari menjadi 900 ton per hari. Khusus di Malang turun dari 100 ton per hari menjadi 80 ton per hari.
Sulistiyanto menegaskan kondisi tersebut harus segera diatasi agar produksi sapi perah merosot tajam seperti yang terjadi di Jawa Barat.
Kondisi diperparah oleh rendahnya harga jual susu petani. Saat ini berkisar antara Rp 3.400 - Rp 4.000 per liter. Bahkan bisa lebih rendah lagi saat diambil oleh pembeli. Padahal di Malaysia harganya Rp 5.400 per liter, Thailand Rp 5.200 per liter, Philipina Rp 4.800 per liter. Hanya Vietnam yang harganya sama dengan di Indonesia, Rp 4.000 per liter.
Sulistiyanto juga memaparkan bahwa Jawa Timur sebagai daerah yang memiliki banyak industri pengolahan susu membutuhkan minimal 1.600 ton per hari. Kebutuhan industri pengolahan susu tersebut tidak bisa dipenuhi karena populasi sapi perah terus berkurang. Selain itu sapi perah yang ada sudah berusia tua dan tidak lagi produktif.
Sulistiyanto berharap pemerintah segera menyalurkan bantuan kredit murah kepada para peternak sapi perah. Dengan demikian bisa dilakukan peremajaan sapi perah dan menambah bibit sapi perah.
Impor bibit sapi perah, kata Sulistiyanto, juga perlu ditambah. Jumlah impor yang hanya berjumlah 460 ekor tidak memadai. Sebab dengan jumlah tersebut hanya menambah pasokan susu sekitar 4 ton per hari.
Sulistiyanto mengingatkan bahwa kwalitas susu sapi saat ini sudah sangat baik. Maka tidak boleh dirusak oleh kondisi yang memburuk karena para peternak menghadapi persoalan yang rumit, dihadapkan pada dilema kesulitan akibat melambungnya harga pakan dengan tergiur akibat harga jual sapi yang meningkat.
EKO WIDIANTO