TEMPO.CO, Jakarta-Atase kebudayaan Korea untuk Indonesia yang juga Direktur Pusat Kebudayaan Korea di Indonesia, Kim Hyun Ki menyatakan, secara garis besar kebudayaan Korea yang diperkenalkan kepada bangsa Indonesia ada dua macam. Yaitu budaya tradisional dan budaya kontemporer.
"Semua tergantung dari opini pihak yang menikmati, budaya tradisional Korea kami persembahkan untuk golongan yang lebih tua," ujar Kim saat diwawancarai di kantornya, Equity Tower lantai 17, Rabu pekan lalu. "Sedangkan budaya kontemporer seperti K-pop diperuntukkan bagi golongan yang lebih muda." Tempo.co akan mengulas fenomena demam Korea akhir pekan ini.
Kim Hyun Ki mengakui bila budaya kontemporer seperti K-Pop lebih mudah diterima di suatu negara, sebagai pintu masuk dalam memperkenalkan budaya tradisional atau budaya asli Korea. Bahkan terkadang lebih efektif dari pada memperkenalkan langsung budaya tradisional Korea. “Tapi soal efektivitas pengenalan budaya ini tetap bergantung dari opini masyarakat,” ujar Kim.
Meski pun budaya Korea kontemporer seperti K-Pop atau dikenal dengan sebutan Hallyu atau gelombang Korea menjamur di Indonesia, Kim Hyun Ki lebih meyakini bila orang Indonesia lebih menyukai budaya tradisional. “Sebab akar budaya dimana-mana sama, sesuatu hal yang berbau tradisional akan mengingatkan seseorang pada masa lalu,” ujarnya.
Dengan alasan penyuka budaya tradisional lebih banyak di Indonesia, membuat Pusat Kebudayaan Korea berencana untuk menggelar hajatan khusus budaya tradisional tahun depan. Hajatan ini sekaligus untuk menandai perayaan 40 tahun hubungan Indonesia dan Korea. “Kami sengaja menggelar khusus perhelatan tradisional untuk menandai kerjasama ini,” ujar Kim Hyun Ki.
CHETA NILAWATY
Baca juga:
Wabah Demam Korea
Indonesia Negara Penting Penyebaran Budaya Korea
Demam Korea Bertahan Hingga 10 Tahun ke Depan
Mengapa Wabah Demam Korea Mendunia?
SM Entertainment dan JYJ Akhirnya Berdamai